I’tidal setelah bangkit dari rukuk adalah salah satu rukun shalat. Dalilnya adalah hadits dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu yang dikenal dengan hadits al musi’u shalatuhu, yaitu tentang seorang shahabat yang belum paham cara shalat, hingga Nabi shallallahu’ alaihi wasallam mengajarkan bagaimana cara shalat yang benar dan sah. Nabi shallallahu’ alaihi wasallam bersabda kepadanyaثم اركَعْ حتى تَطمَئِنَّ راكِعًا، ثم ارفَعْ حتى تستوِيَ قائِمًا“… lalu rukuk dengan tuma’ninah, kemudian angkat badanmu hingga lurus” HR. Bukhari 757, Muslim 397.Dalam riwayat lainثم اركَعْ حتى تَطْمَئِنَّ راكعًا ، ثم ارْفَعْ حتى تَعْتَدِلَ قائمًا“… kemudian rukuk sampai tuma’ninah dalam rukuknya, kemudian mengangkat badannya sampai berdiri lurus” HR. Bukhari no. 793, Muslim no. 397.Wajib Tuma’ninah Dalam I’tidal, Hingga Punggung LurusMengangkat Tangan Ketika Bangun Dari RukukMembaca Tasmi’ Ketika Bangun Dari RukukLafadz-lafadz tahmidTambahan doa dalam tahmidKeutamaan tasmi’ dan tahmid dalam shalatWajib Tuma’ninah Dalam I’tidal, Hingga Punggung LurusI’tidal adalah gerakan mengangkat badan setelah dari rukuk hingga berdiri kembali dengan punggung dalam keadaan lurus. Dalam hadits Abu Humaid As Sa’idi radhiallahu’anhu, beliau mengatakanفإِذا رفَع رأسه استوى قائماً حتى يعود كلّ فقار مكانه“Ketika Nabi shallallahu’ alaihi wasallam mengangkat kepalanya dari rukuk untuk berdiri hingga setiap ruas tulang punggung berada di posisinya semula” HR. Bukhari no. 828.Allah Azza wa Jallla dan Rasul-Nya shallallahu’ alaihi wasallam mencela orang yang tidak melakukan i’tidal sampai lurus punggungnya padahal ia mampu. Baik karena terlalu cepat shalatnya, terburu-buru atau karena kurang perhatian dalam urusan shalatnya. Dalam hadits dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu’ alaihi wasallam bersabdaإن الله لا ينظرُ يوم القيامة إلى مَن لا يقيم صُلبَه بين ركوعه وسجودِه“Sesungguhnya di hari kiamat Allah tidak akan memandang orang yang tidak meluruskan tulang sulbinya di antara rukuk dan sujud” HR. Tirmidzi no. 2678, Abu Ya’la dalam Musnad-nya no. 3624, Ath Thabrani dalam Al Ausath Dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah no. 2536.Dari Ali bin Syaiban radhiallahu’anhu, beliau mengatakanخرَجنا حتى قدِمنا على رسولِ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ ، فبايَعناهُ وصلَّينا خلفَهُ ، فلَمحَ بمؤخَّرِ عينِهِ رجلًا ، لا يقيمُ صلاتَهُ ، – يعني صلبَهُ – في الرُّكوعِ والسُّجودِ ، فلمَّا قضى النَّبيُّ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ الصَّلاةَ ، قالَ يا معشرَ المسلِمينَ لا صلاةَ لمن لا يقيمُ صلبَهُ في الرُّكوعِ والسُّجودِ“Kami melakukan perjalanan hingga bertemu Rasulullah shallallahu’ alaihi wasallam. Kemudian kami berbai’at kepada beliau lalu shalat bersama beliau. Ketika shalat, beliau melirik kepada seseorang yang tidak meluruskan tulang sulbinya ketika rukuk dan sujud. Ketika beliau selesai shalat, beliau bersabda Wahai kaum Muslimin, tidak ada shalat bagi orang yang tidak meluruskan tulang sulbinya di dalam rukuk dan sujud” HR. Ibnu Majah no. 718, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah.Baca jugaPentingnya Menghayati Ucapan Dan Gerakan ShalatDalam riwayat lain, dari Abu Mas’ud Al Badri radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu’ alaihi wasallam bersabdaلا تُجْزِىءُ صلاةٌ لا يُقيم ُالرجلُ فيها يعني صُلْبَهُ في الركوعِ والسجودِ“Tidak sah shalat seseorang yang tidak menegakkan tulang sulbinya ketika rukuk dan sujud” HR. Tirmidzi no. 265, Abu Daud no. 855, At Tirmidzi mengatakan “hasan shahih”.Ibnul Qayyim rahimahullah setelah membawakan riwayat Abu Mas’ud ini beliau mengatakanهذا نص صريح في أن الرفع من الركوع وبين السجود الاعتدال فيه والطمأنينة فيه ركن لا تصح الصلاة إلا به“Hadits ini adalah dalil tegas bahwa meluruskan punggung dan tuma’ninah dalam i’tidal itu adalah rukun dalam shalat, tidak sah shalat kecuali harus demikian” Ash Shalatu wa Ahkamu Tarikiha, 1/122.Mengangkat Tangan Ketika Bangun Dari RukukDalil-dalil mengenai disyariatkannya raf’ul yadain mengangkat tangan dalam hal ini sangat banyak. Diantara dalilnya hadits dari Ibnu Umar radhiallahu’anhuma,أنَّ النبيَّ صلّى الله عليه وسلّم كان يرفعُ يديه حذوَ مَنكبيه؛ إذا افتتح الصَّلاةَ، وإذا كبَّرَ للرُّكوع، وإذا رفع رأسه من الرُّكوع“Nabi shallallahu’ alaihi wasallam biasanya ketika memulai shalat, ketika takbir untuk ruku’ dan ketika mengangkat kepala setelah ruku’, beliau mengangkat kedua tangannya setinggi pundaknya” HR. Bukhari hadits dari Malik bin Huwairits radhiallahu’anhu,إذا صلَّى كبَّر ورفَع يدَيهِ، وإذا أراد أن يركَع رفَع يدَيهِ، وإذا رفَع رأسَه من الرُّكوعِ رفَع يدَيهِ“Nabi shallallahu’ alaihi wasallam ketika shalat beliau bertakbir dan mengangkat kedua tangannya. Ketika hendak rukuk, beliau mengangkat kedua tangannya. Dan ketika mengangkat kepalanya dari rukuk beliau mengangkat kedua tangannya” HR. Al Bukhari, 737.Namun mengangkat tangan ini juga tidak sampai wajib hukumnya karena sebagian sahabat Nabi terkadang meninggalkannya. Diantaranya Ibnu Umar radhiyallahu’anhu, yang meriwayatkan hadits tentang raf’ul yadain, beliau terkadang meninggalkannya. Dari Mujahid, ia berkataصَلَّيْتُ خَلْفَ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا فَلَمْ يَكُنْ يَرْفَعُ يَدَيْهِ إِلَّا فِي التَّكْبِيرَةِ الْأُولَى مِنَ الصَّلَاةِ“aku pernah shalat bermakmum pada Ibnu Umar radhiallahu anhuma, ia tidak pernah mengangkat kedua tangannya kecuali pada takbir yang pertama dalam shalat takbiratul ihram” HR. Ath Thahawi dalam Syarh Ma’anil Atsar, 1357, dengan sanad yang shahih.Pembahasan lengkap mengenai hal ini silakan simak kembali artikel “Sifat Takbir Intiqal Dalam Shalat”.Membaca Tasmi’ Ketika Bangun Dari RukukDalam rukuk ada bacaan tasmi’, yaitu mengucapkan sami’allahu liman hamidah artinya “Allah mendengar orang yang memuji-Nya”. Dan ada bacaan tahmid, yaitu mengucapkan rabbana walakal hamdu artinya “Ya Allah, segala puji hanya bagi-Mu”.Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu’ alaihi wasallam bersabdaإِنّما جُعل الإِمام ليؤتمّ به، فإِذا كبّر فكبِّروا، وإِذا سجد فاسجدوا، وإِذا رفع فارفعوا، وإِذا قال سمع الله لمن حمده، فقولوا ربّنا ولك الحمد، وإِذا صلّى قاعداً فصلّوا قعوداً أجمعُون“Sesungguhnya imam itu diangkat untuk diikuti. Jika ia bertakbir maka bertakbirlah. Jika ia sujud maka sujudlah. Jika ia bangun dari rukuk atau sujud maka bangunlah. Jika ia mengucapkan sami’allahu liman hamidah. Maka ucapkanlah rabbana walakal hamdu. Jika ia shalat duduk maka shalatlah kalian sambil duduk semuanya” HR. Bukhari no. 361, Muslim no. 411.Dalam hadits ini disebutkan dua bacaan yaitu tasmi’ sami’allahu liman hamidah dan tahmid rabbana walakal hamdu. Di sini ulama berselisih pendapat mengenai hukum tasmi’ dan tahmid menjadi 2 pendapatPendapat pertama Ulama Hambali berpendapat bahwa tasmi’ dan tahmid hukumnya wajib bagi imam dan munfarid. Namun bagi makmum hanya wajib tahmid kedua Jumhur ulama berpendapat bahwa tasmi’ dan tahmid hukumnya sunnah. Namun mereka berbeda pendapat mengenai rinciannyaUlama Malikiyah dan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa imam hanya disunnahkan membaca tasmi’ dan tidak perlu membaca tahmid. Sedangkan makmum disunnahkan membaca tahmid saja dan tidak perlu membaca tasmi’. Dan munfarid disunnahkan membaca Yusuf Al Hanafi dan juga satu riwayat pendapat dari Abu Hanifah, mengatakan imam dan munfarid disunnahkan membaca tasmi’ dan tahmid sekaligus. Dan makmum hanya disunnahkan membaca tasmi’ Syafi’iyyah berpendapat bahwa imam, makmum dan munfarid disunnahkan membaca tasmi’ dan tahmid Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah, 27/92-94.Wallahu a’lam, yang rajih adalah pendapat pertama, yaitu tasmi’ dan tahmid hukumnya wajib bagi imam dan munfarid, dan makmum hanya wajib tahmid. Inilah pendapat yang dikuatkan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani dan Syaikh Abdul Aziz bin hadits dari Rifa’ah bin Rafi radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu’ alaihi wasallam bersabdaإنَّها لا تتمُّ صلاةُ أحدِكم حتَّى يُسبِغَ الوضوءَ كما أمَره اللهُ“Tidak sempurnah shalat seseorang hingga ia menyempurnakan wudhunya sebagaimana diperintahkan oleh Allah…”Lalu dalam hadits yang panjang ini disebutkanثم يُكبِّرُ ويركَعُ حتَّى تطمئِنَّ مفاصِلُه وتسترخيَ ثم يقولُ سمِعَ اللهُ لِمَن حمِدَه“Kemudian bertakbir dan rukuk sampai tuma’ninah, kemudian meluruskan badannya sambil mengucapkan sami’allahu liman hamidah” HR. Abu Daud no. 857, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud.Baca juga Tata Cara Shalat Orang Yang SakitMaka hadits ini menunjukkan wajibnya ucapan tasmi, tidak sempurna shalat berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiallahu’anhu, beliau mengatakanان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إذا قامَ إلى الصَّلاةِ يُكبِّرُ حينَ يقومُ، ثم يُكبِّرُ حينَ يركَعُ، ثم يقولُ سمِعَ اللهُ لِمَن حَمِدَه، حين يرفَعُ صُلْبَه مِن الرُّكوعِ، ثم يقولُ وهو قائمٌ ربَّنا ولك الحمدُ“Rasulullah shallallahu’ alaihi wasallam ketika berdiri untuk shalat beliau bertakbir ketika berdiri, dan bertakbir ketika rukuk kemudian mengucapkan sami’allahu liman hamidah. Kemudian bangun dari rukuk hingga meluruskan tulang sulbinya kemudian mengucapkan rabbana walakal hamdu” HR. Bukhari no. 789, Muslim 392.Maka hadits ini tegas menunjukkan bahwa imam dan munfarid membaca tasmi dan tahmid. Karena Nabi shallallahu’ alaihi wasallam bersabdaصلُّوا كما رأيتموني أُصلِّي“Shalatlah sebagaimana kalian melihatku shalat” HR. Bukhari no. 631.Adapun mengenai makmum, maka yang wajib hanya mengucapkan tahmid, berdasarkan zahir hadits Anas bin Malik di atasوإِذا قال سمع الله لمن حمده، فقولوا ربّنا ولك الحمد“Jika ia imam mengucapkan sami’allahu liman hamidah. Maka ucapkanlah rabbana walakal hamdu” HR. Bukhari no. 361, Muslim no. 411.Lafadz-lafadz tahmidPertama rabbana walakal hamduSebagaimana dalam hadits Anas bin Malik dan Abu Hurairah di rabbana lakal hamduDari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, beliau mengatakanإنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم قال إذا قال الإمامُ سمِعَ اللهُ لِمَن حمِدَه، فقولوا ربَّنا لك الحمدُ؛ فإنَّه مَن وافَقَ قولُه قولَ الملائكةِ، غُفِرَ له ما تقدَّمَ مِن ذَنبِه“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda jika imam mengucapkan sami’allahu liman hamidah, maka ucapkanlah rabbana lakal hamdu. Barangsiapa yang ucapannya tersebut bersesuaian dengan ucapan Malaikat, akan diampuni dosa-dosanya telah lalu” HR. Bukhari no. 796, Muslim no. 409.Ketiga Allahumma rabbana lakal hamduDari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, beliau mengatakanإنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم قال إذا قال الإمامُ سمِعَ اللهُ لِمَن حمِدَه، فقولوا اللهمَّ ربَّنا لك الحمدُ؛ فإنَّه مَن وافَقَ قولُه قولَ الملائكةِ، غُفِرَ له ما تقدَّمَ مِن ذَنبِه“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda jika imam mengucapkan sami’allahu liman hamidah, maka ucapkanlah Allahumma rabbana lakal hamdu. Barangsiapa yang ucapannya tersebut bersesuaian dengan ucapan Malaikat, akan diampuni dosa-dosanya telah lalu” HR. Bukhari no. 796, Muslim no. 409.Ke-empat Allahumma rabbana walakal hamduDari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, beliau mengatakanان النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إذا قال سمِعَ اللهُ لِمَن حمِدَه، قال اللهمَّ ربَّنا ولك الحمدُ، وكان النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إذا ركَع، وإذا رفَع رأسَه يُكبِّرُ، وإذا قام مِن السَّجدتينِ قال اللهُ أكبَرُ“Rasulullah shallallahu’ alaihi wasallam jika mengucapkan sami’allahu liman hamidah, maka beliau mengucapkan Allahumma rabbana walakal hamdu. Dan beliau jika rukuk dan mengangkat kepalanya, beliau bertakbir. Dan ketika bangun dari dua sujudnya beliau mengucapkan Allahu Akbar” HR. Bukhari no. 795, Muslim no. 392.Baca jugaBolehkah Menunda Shalat Karena Pekerjaan?Tambahan doa dalam tahmidDianjurkan juga ketika i’tidal, untuk membaca doa tambahan setelah membaca tahmid. Ada beberapa doa tambahan setelah tahmid yang shahih dari Nabi Shallallahu’alaihi WasallamPertama, dari Rifa’ah bin Rafi radhiallahu’anhuكنَّا يومًا نُصلِّي وراءَ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، فلمَّا رفَع رأسَه من الرَّكعةِ، قال سمِعَ اللهُ لِمَن حمِدَه، قال رجلٌ وراءَه ربَّنا ولك الحمدُ حمدًا كثيرًا طيِّبًا مبارَكًا فيه، فلمَّا انصرَف، قال مَنِ المتكلِّمُ؟ قال أنا، قال رأيتُ بِضعَةً وثلاثينَ مَلَكًا يبتَدِرونها، أيُّهم يكتبُها أولُ“Kami dahulu shalat bermakmum kepada Nabi shallallahu’ alaihi wasallam. Ketika beliau mengangkat kepada dari rukuk, beliau mengucapkan sami’allahu liman hamidah. Kemudian orang yang ada di belakang beliau mengucapkan robbanaa walakal hamdu, hamdan katsiiron mubaarokan fiihi segala puji hanya bagiMu yaa Rabb. Pujian yang banyak, yang baik lagi penuh keberkahan. Ketika selesai shalat, Nabi bertanya Siapa yang mengucapkan doa tadi?’ Lelaki tadi menjawab Saya’. Nabi bersabda Aku tadi melihat tiga puluh lebih malaikat berebut untuk saling berusaha terlebih dahulu menulis amalan tersebut’.” HR. Bukhari no. 799.Kedua, dari Abdullah bin Abi Aufa radhiyallahu’anhu, ia berkataكان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، إذا رفَعَ ظهرَه مِن الرُّكوعِ، قال سمِعَ اللهُ لِمَن حمِدَه، اللهمَّ ربَّنا لك الحمدُ، مِلْءَ السَّمواتِ، ومِلْءَ الأرضِ، ومِلْءَ ما شِئتَ مِن شيءٍ بعدُ“Biasanya Rasulullah shallallahu’ alaihi wasallam jika mengangkat punggungnya dari rukuk beliau mengucapkan sami’allohu liman hamidah allohumma robbanaa lakal hamdu mil-as samaawaati wa mil-al ardhi wa mil-a maa syi’ta min syai-in ba’du Allah mendengar orang yang memuji-Nya. Ya Allah segala puji bagi-Mu, pujian sepenuh langit, sepenuh bumi, sepenuh apa yang Engkau inginkan lebih dari itu semua” HR. Muslim no. 476.Ketiga, dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu’anhu, ia berkataان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إذا رفَع رأسَه مِن الرُّكوعِ قال ربَّنا لك الحمدُ، مِلْءَ السَّمواتِ والأرضِ، ومِلْءَ ما شِئتَ مِن شيءٍ بعدُ، أهلَ الثَّناءِ والمجدِ، أحقُّ ما قال العبدُ، وكلُّنا لك عبدٌ، اللهمَّ لا مانعَ لِما أعطَيتَ، ولا مُعطيَ لِما منَعتَ، ولا ينفَعُ ذا الجَدِّ منك الجَدُّ“Biasanya Rasulullah shallallahu’ alaihi wasallam jika mengangkat kepalanya dari rukuk beliau mengucapkan sami’allohu liman hamidah allohumma robbanaa lakal hamdu mil-as samaawaati wa mil-al ardhi wa mil-a maa syi’ta min syai-in ba’du, ahlats tsaa-i wal majdi, ahaqqu maa qoolal abdu, wa kulluna laka abdun, Alloohumma laa maani’a limaa a’thoyta, wa laa mu’thiya limaa mana’ta, wa laa yanfa’u dzal jaddi minkal jaddu Allah mendengar orang yang memujidnya. Ya Allah segala puji bagiMu, pujian sepenuh langit, sepenuh bumi, sepenuh apa yang Engkau inginkan lebih dari itu semua, wahai Dzat yang memiliki semua pujian dan kebaikan. Demikianlah yang paling berhak diucapkan oleh setiap hamba. Dan setiap kami adalah hambaMu. Ya Allah tidak ada yang bisa menghalangi apa yang Engkau berikan. Dan tidak ada yang bisa memberikan apa yang Engkau halangi. Dan segala daya upaya tidak bermanfaat kecuali dengan izinMu, seluruh kekuatan hanya milikMu” HR. Muslim no. 477.Keutamaan tasmi’ dan tahmid dalam shalatTerdapat keutamaan khusus bagi orang yang mengucapkan tahmid ketika i’tidal. Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah radhiallahu’anhu, beliau mengatakanإنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم قال إذا قال الإمامُ سمِعَ اللهُ لِمَن حمِدَه، فقولوا ربَّنا لك الحمدُ؛ فإنَّه مَن وافَقَ قولُه قولَ الملائكةِ، غُفِرَ له ما تقدَّمَ مِن ذَنبِه“Rasulullah shallallahu’ alaihi wasallam bersabda Jika imam mengucapkan sami’allahu liman hamidah, maka ucapkanlah rabbana lakal hamdu. Barangsiapa yang ucapannya tersebut bersesuaian dengan ucapan Malaikat, akan diampuni dosa-dosanya telah lalu’.” HR. Bukhari no. 796, Muslim no. 409.Al Khathabi rahimahullah menjelaskanهذا دلالة على أن الملائكة يقولون مع المصلي هذا القول ويستغفرون ويحضرون بالدعاء والذكر“Hadits ini adalah dalil bahwa Malaikat mengucapkan ucapan tersebut bersamaan dengan pengucapan orang yang shalat. Dan mereka memintakan ampunan serta hadir di sana untuk berdoa dan berdzikir.” Ma’alimus Sunan, 1/209.Dan maksud dari “bersesuaian dengan ucapan Malaikat” adalah tahmid diucapkan setelah imam mengucapkan tasmi’. Ali Al Qari menjelaskanمن وافق قوله وهو قوله ربنا لك الحمد، بعد قول الإمام سمع الله لمن حمده،. قول الملائكة أي في الزمان. غفر له ما تقدم من ذنبه أي من الصغائر“Barangsiapa yang ucapannya tersebut rabbana lakal hamdu diucapkan setelah imam mengucapkan sami’allahu liman hamidah bersesuaian dengan ucapan Malaikat dari sisi waktu pengucapannya maka akan diampuni dosa-dosanya telah lalu, yaitu dosa-dosa kecil” Mirqatul Mafatih, 3/190.Baca juga6 Syarat Agar Shalat Bisa Menyejukkan Pandangan Dan Menenangkan HatiApakah Orang Sakit Boleh Meninggalkan Shalat?Demikian pembahasan ringkas mengenai fikih i’tidal. Semoga bermanfaat.***Penulis Yulian PurnamaArtikelHumronbekas budak Utsman memberitakan kepadanya bahwa Utsman bin Affan r.a meminta diambilkan air wudhu kemudian dia berwudhu dengan membasuh kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali. Kemudian dia berkumur-kumur dan ber-istintsar (mengeluarkan air yang dihirup ke hidung). Kemudian dia membasuh wajahnya tiga kali. Jakarta - I'tidal adalah gerakan bangkit dari ruku bagian dari rukun salat yang wajib dilakukan. Dikutip dari buku Panduan Shalat Doa & Dzikir, i'tidal merupakan masdar dari kata i'tadala-ya'tadilu-i'tidalan."Artinya adalah seimbang, rata, tegak. Maksud i'tidal dalam salat adalah berdiri dari ruku sebelum sujud," tulis buku karya Ust A Solihin As Suhaili dikutip detikcom pada Selasa 12/4/2022.Seperti gerakan salat yang lain, i'tidal dilakukan dengan thuma'ninah yaitu perlahan dan tidak terburu-buru. Dalam haditsnya, Rasulullah SAW menjelaskan doa dan bacaan yang dilantunkan saat i' رَفَعَ فَارْفَعُوا ، وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ . فَقُولُوا رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُArtinya "Jika imam bangkit dari ruku, maka bangkitlah. Jika ia mengucapkan "sami'allahu liman hamidah" Allah mendengar pujian dari orang yang memujiNya, ucapkanlah "robbana wa lakal hamdu" Wahai Rabb kami bagiMu segala puji." HR Bukhari.Sesuai hadits tersebut, bacaan "sami'allahu liman hamidah" hanya dilantunkan imam dan ketika salat sendiri. Makmum tak perlu melantunkan pujian tersebut, namun sebaiknya membaca "robbana wa lakal hamdu."Bacaan "robbana wa lakal hamdu" terdiri dari beberapa versi yang sama-sama terdapat dalam hadits shahih, yaituاللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ1. Arab latin Allahumma robbanaa lakal hamdu HR Muslim.اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ2. Arab latin Allahumma robbanaa wa lakal hamdu HR Bukhari.رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ3. Arab latin Robbanaa lakal hamdu HR Bukhari.رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ4. Arab latin Robbanaa wa lakal hamdu HR Bukhari.B. Doa dan bacaan saat i'tidal selanjutnyaKalimat "robbana wa lakal hamdu" dilanjutkan dengan doa utuh hingga menjadiرَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءَ السَّمَوَاتِ وَمِلْءَ الأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَىْءٍ بَعْدُArab latin Allahumma robbanaa lakal hamdu mil-assamawaati wa mil-al ardhi, wa mil-a maa syi'ta min syai-in ba'duArtinya "Ya Allah, Rabb kami, bagi-Mu segala puji sepenuh langit dan sepenuh bumi, sepenuh apa yang Engkau kehendaki setelah itu."Doa ini tercantum dalam hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Muslim. Selain itu, masih ada bacaan lain yang bisa dilafalkan muslim saat i'tidal. Berikut haditsnya yang diriwayatkan Rifa'ah bin Rofiرَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ، حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِArab latin Robbana walakal hamdu, hamdan katsiron thoyyiban mubaarokan fiihArtinya "Wahai Rabb kami, bagi-Mu segala puji, aku memuji-Mu dengan pujian yang banyak, yang baik dan penuh dengan berkah."C. Keutamaan melantunkan doa dan bacaan i'tidalRasulullah telah mengingatkan keutamaan membaca doa i'tidal dalam hadits berikutإِذَا قَالَ الإِمَامُ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ . فَقُولُوا اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ . فَإِنَّهُ مَنْ وَافَقَ قَوْلُهُ قَوْلَ الْمَلاَئِكَةِ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِArtinya "Jika imam mengucapkan sami'allahu liman hamidah,' maka hendaklah kalian mengucapkan 'robbana wa lakal hamdu.' Karena siapa saja yang ucapannya tadi berbarengan dengan ucapan malaikat, maka dosanya yang telah lalu akan dihapus." HR Bukhari.Hadits lain yang menjelaskan keutamaan membaca doa i'tidal adalahرَأَيْتُ بِضْعَةً وَثَلاَثِينَ مَلَكًا يَبْتَدِرُونَهَا ، أَيُّهُمْ يَكْتُبُهَا أَوَّلُArtinya "Aku melihat ada 30an malaikat, berlomba-lomba siapakah di antara mereka yang lebih duluan mencatat amalannya." HR Bukhari.Semoga kita tak pernah lupa melantunkan doa dan bacaan i'tidal saat salat sendiri atau berjamaah ya detikers. Simak Video "Sholat Berjamaah The Power of We" [GambasVideo 20detik] row/lus Berapa macamkah jenis Air dalam Ilmu Fiqih ? Jenis Air dalam ilmu Fiqih ada 4 : 1. Air suci dan mensucikan ( Mutlaq ) 2. Air suci tapi tidak mensucikan (musta’mal) 3. Air Makruh 4. Air Mutanajis. Air suci dan mensucikan ( Mutlaq ) Air Mutlaq yakni air yang keberadaannya suci dan sanggup dipakaiuntuk bersuci, serta sanggup menyucikan benda lain. Ilmu Fiqih Adalah – Sebagai umat muslim yang baik, Grameds pasti tahu dong akan kewajiban kita untuk mempelajari ilmu fiqih? Yap, disamping kewajiban beribadah shalat lima waktu maupun berpuasa, kita pun diharuskan mengetahui sekaligus memahami ilmu fiqih yang berisikan ilmu persoalan hukum aturan dalam kehidupan sehari-hari manusia terutama dalam syariat Islam. Ilmu fiqih itu tidak hanya mempelajari bagaimana cara beribadah secara tepat saja, tetapi juga segala hal tentang aspek-aspek kehidupan manusia, hingga sistem jual beli dan warisan sekalipun. Lagi pula, saat ini sudah banyak buku-buku yang memuat pengetahuan fiqih ini dijual di pasaran, sehingga tidak ada alasan lagi untuk tidak mempelajarinya. Sayangnya, tidak semua umat muslim memahami pentingnya ilmu fiqih sebab belum mengetahui apa itu ilmu fiqih sebenarnya. Lantas memangnya, apa sih ilmu fiqih jika dilihat sebagai ilmu, hukum, syariat, dan amaliyah? Bagaimana sejarah perkembangan ilmu fiqih hingga sekarang ini? Apa saja objek kajian dalam ilmu fiqih? Supaya Grameds memahami hal-hal tersebut, yuk segera simak ulasannya berikut ini! Apa Itu Ilmu Fiqih?Definisi Ilmu FiqihSebagai IlmuSebagai HukumSebagai SyariatSebagai AmaliyahDefinisi Ilmu Fiqih Menurut AhliUlama-Ulama HanafiahPengikut Imam Syafi’iAbdul Wahab KhallafSejarah Singkat Perkembangan Ilmu Fiqih6 Ruang Lingkup Ilmu FiqihSistematika Penyusunan Ilmu FiqihSistematika Fiqih HanafiSistematika Fiqih MalikiSistematika Fiqih Syafi’iSistematika Fiqih HambaliPerbedaan Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih Apa Itu Ilmu Fiqih? Pada dasarnya, fiqih itu adalah sebuah disiplin ilmu yang sebenarnya tidak dikenal di masa Nabi Muhammad SAW. Namun walaupun demikian, bukan berarti di masa Nabi Muhammad SAW itu tidak mengenal kajian-kajian dari ilmu ini, sebab sumber dari disiplin ilmu ini adalah Al-Quran dan As-Sunnah. Keberadaan ilmu fiqh justru menjadi salah satu ilmu keislaman yang hingga detik ini masih berkembang, terbukti dengan adanya kekayaan warisan khazanah di berbagai kegiatan kajian fiqih. Berhubung fiqih ini adalah cabang ilmu, maka tentunya akan bersifat ilmiah, logis, dan memiliki objek serta kaidah tertentu. Fiqih berbeda dengan tasawuf yang lebih condong pada perasaan dan gerakan hati. Secara etimologi, kata “fiqh” itu berasal dari istilah “faqqaha yufaqqihu fiqhan” yang artinya pemahaman’. Artinya, ilmu fiqih adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana pemahaman akan agama Islam secara utuh dan komprehensif. Apabila dianalisis secara bahasa, kata “fiqh” ini pun masih sama berartikan pemahaman’, sesuai dengan firman Allah SWT pada QS. Hud ayat 91. Definisi Ilmu Fiqih Sebagai Ilmu Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, fiqh sebagai cabang ilmu pasti akan bersifat ilmiah, logis, dan memiliki objek serta kaidah tertentu. Dalam hal ini, ilmu ini tentunya akan berbeda dengan tasawuf yang lebih mengandalkan perasaan dan gerakan hati manusia. Sebagai ilmu, fiqh juga jelas tidak seperti tarekat yang berupa pelaksanaan ritual-ritual. Definisi fiqh sebagai cabang ilmu, itu berarti dapat dipelajari atas kaidah-kaidah yang memang bisa diuji dan dipresentasikan secara ilmiah. Bahkan di dunia akademik secara ilmiah pun, fiqh telah menjadi cabang ilmu pengetahuan yang bersifat akademis, sehingga wajar saja dipelajari di universitas manapun. Menurut buku Pembelajaran Fiqih karya Dr. Hafsah, fiqh sebagai cabang ilmu inipun dapat dibagi menjadi 5 kategori hukum perbuatan manusia mukallaf, yakni Wajib atau fardhu. Artinya, segala sesuatu yang jika dilaksanakan pasti akan mendapatkan pahala. Sementara jika ditinggalkan atau bahkan diabaikan, justru akan mengakibatkan dosa. Mandub atau Sunna’. Artinya, segala sesuatu yang bila dikerjakan pasti akan mendapatkan pahala, sedangkan jika tidak dikerjakan tetap tidak mengakibatkan dosa. Ibaha’ dan muba’. Artinya, segala sesuatu yang dikerjakan tidak akan mendatangkan pahala, tetapi juga tidak berdosa jika mengerjakannya. Karaha’ atau makruh. Artinya, segala sesuatu yang dianjurkan untuk tidak dikerjakan. Namun, jika dikerjakan pun tetap tidak mendapatkan dosa. Haram. Artinya, segala sesuatu yang dikerjakan pasti akan mendapatkan dosa. Itulah mengapa, akan ada ganjaran pahala bagi yang tidak mengerjakannya. Sebagai Hukum Dilansir dari buku Seri Fiqih Kehidupan 1 Ilmu Fiqih, fiqih selain menjadi cabang ilmu, juga secara khusus termasuk dalam cabang ilmu hukum. Jadi, dapat disimpulkan bahwa ilmu fiqh itu adalah ilmu hukum, terutama dalam agama Islam. Sebagai Syariat Selain menjadi cabang ilmu dan hukum, fiqih juga menjadi wilayah kajian dari hukum syariat, yakni hukum yang bersumberkan dari Allah SWT dan segala yang telah menjadi ketetapan-Nya. Itulah mengapa, kita sebagai makhluk ciptaan-Nya, harus mempelajari, menjalankan, dan mengajarkan ilmu fiqh ini kepada umat manusia lain. Keberadaan ilmu ini bukanlah ilmu yang dibuat oleh manusia secara 100%, tetapi berasal dari Allah SWT. Terlebih lagi, sumber dari ilmu ini adalah Al-Quran dan As-Sunnah. Keterlibatan manusia dalam cabang ilmu ini hanyalah sebatas menganalisis, merinci, memilah, dan menyimpulkan apa yang telah Allah SWT firmankan kepada kita melalui Al-Quran. Sebagai Amaliyah Fiqih sebagai amaliyah, artinya hukum fiqh ini akan terbatas pada hal-hal yang memang bersifat amaliyah badaniyah saja, bukan yang bersifat ruh, perasaan, atau kejiwaan lainnya. Yap, ilmu ini hanya akan membahas tentang hukum-hukum dalam Islam yang bersifat fisik alias yang terlihat secara kasat mata saja. Sementara itu, apa yang ada di dalam hati dan pikiran manusia, tidak termasuk dalam hal amaliyah ini. Definisi Ilmu Fiqih Menurut Ahli Ulama-Ulama Hanafiah “Ilmu yang menerangkan segala hak dan kewajiban serta berhubungan dengan amalan para mukallaf”. Pengikut Imam Syafi’i “Ilmu yang menerangkan segala hukum agama yang berhubungan dengan perbuatan para mukallaf yang dikeluarkan diistimbatkan dari dalil-dalil yang terperinci.” Abdul Wahab Khallaf “Suatu ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan hukum-hukum syara’ agama yang didapatkan dari dalil-dalil yang terperinci.” Sejarah Singkat Perkembangan Ilmu Fiqih Sebenarnya, sejarah perkembangan Ilmu Fiqih itu sangat panjang, bahkan sudah ada sejak masa Nabi Muhammad SAW hanya saja saat itu ilmu ini belum dianggap sebagai disiplin ilmu secara khusus. Perkembangannya pun dimulai dari masa Nabi Muhammad SAW, kemudian berlanjut ke masa Khulafaur Rasyidin, hingga masa Tabi’in yang mengalami kemunduran dan kemajuan dalam perjalanan waktunya. Menurut artikel penelitian berjudul Fiqih Dalam Perspektif Filsafat Ilmu Hakikat dan Objek Ilmu Fiqih, berikut ini sejarah singkat dari perkembangan ilmu fiqh. Keberadaan ilmu fiqh tentu saja lahir bersamaan dengan lahirnya agama Islam di dunia ini. Mengingat bahwa ilmu ini menjadi kumpulan peraturan yang mengatur bagaimana hubungan manusia dengan Tuhan, hingga manusia dengan sesama manusia. Terlebih lagi dalam agama Islam itu juga mengatur berbagai bidang kehidupan umatnya, mulai dari akidah, ibadah, dan mua’malah yang bersumber dari Al-Quran dan sunnah Rasulullah SAW. Yap, semua yang telah diterangkan melalui firman Allah SWT di Al-Quran, diperjelas lagi oleh Nabi Muhammad SAW melalui sunnahnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sumber ilmu fiqh adalah Al-Quran dan As-Sunnah. Selanjutnya, di masa pemerintahan islam yang dipimpin oleh sahabat Nabi, banyak terjadi beragam peristiwa besar yang baru ada. Untuk itu, para sahabat Nabi menetapkan hukum akan adanya peristiwa baru tersebut dengan berijtihad. Ketika melakukan ijtihad, mereka memperoleh 2 hasil yakni kesepakatan pendapat antar para sahabat yang disebut dengan “ijma”; dan perbedaan pendapat antar sahabat yang disebut “atsar”. Nah, pada masa itu, hasil ijtihad tidak dibukukan sehingga belum bisa disebut sebagai ilmu. Namun, dapat diterapkan untuk memecahkan suatu masalah, yang kemudian disebut dengan fiqih. Kira-kira pada abad kedua dan ketiga Hijriah, daerah Arab semakin luas dan bangsa-bangsa yang tidak memeluk agama Islam pun turut menyebar, sehingga sering terjadi peristiwa baru yang belum pernah ada sebelumnya. Atas dasar itulah yang membuat para sahabat Nabi kembali berijtihad untuk mencari hukum dari peristiwa-peristiwa tersebut. Di masa ini, sudah dimulai gerakan pembukuan sunnah, fiqih, dan ilmu lainnya. Fuqaha adalah sebutan orang yang berkecimpung di dunia ilmu fiqh. Secara umum, pembahasan akan ilmu ini memang hanya mencakup 2 bidang saja yakni fiqh ibadah dan fiqh muamalah. Menurut buku Pembelajaran Fiqih karya Dr. Hafsah, pada fiqh ibadah lebih mengatur pada bagaimana hubungan manusia dengan Tuhannya, seperti ibadah shalat, zakat, memenuhi nazar, haji, dan lainnya. Lalu, pada fiqh muamalah lebih mengatur bagaimana hubungan manusia dengan manusia, seperti ketentuan jual-beli, perkawinan, sewa-menyewa, warisan, dan lainnya. Nah, dalam hal ini pun Musthafa A. Zarqa sudah membagi ruang lingkup dalam kajian ilmu fiqh menjadi 6 bidang, yakni Fiqih Ibadah, yakni ketentuan-ketentuan hukum yang berkenaan dengan bidang Ubudiyah. Mulai dari shalat, puasa, hingga ibadah haji. Ahwal Syakhsiyah, yakni ketentuan-ketentuan hukum yang berkenaan dengan kehidupan keluarga. Mulai dari perkawinan, nafkah, perceraian, hingga ketentuan nasab. Fiqih Muamalah, yakni ketentuan-ketentuan hukum yang berkenaan dengan hubungan sosial di antara umat Islam, dengan konteks bidang ekonomi dan jasa. Mulai dari gadai barang, jual-beli, hingga sewa-menyewa. Fiqih Jinayah, yakni ketentuan-ketentuan hukum yang berkenaan dengan sanksi-sanksi atas tindak kejahatan kriminal. Mulai dari hudud, diat, hingga qiyas. Fiqih Siyasah, yakni ketentuan-ketentuan yang berkenaan pada hubungan warga negara pada suatu pemerintahan negara. Biasanya, cenderung berhubungan pada politik dan birokrasi pemerintahan suatu negara. Ahlam Khuluqiyah, yakni ketentuan-ketentuan hukum yang berkenaan pada bagaimana etika pergaulan seorang muslim dalam tatanan kehidupan sosial. Sistematika Penyusunan Ilmu Fiqih Berhubung fiqh adalah sebuah cabang ilmu, maka tentu saja harus ada sistematika penyusunannya. Dilansir dari buku berjudul Fiqih karya Dr. Hidayatullah, meskipun sistematika penyusunan ilmu fiqh ini berbeda antara satu ulama satu dengan ulama lainnya, tetapi pada dasarnya pasti akan berupa Sistematika Fiqih Hanafi Ibadah Shalat, puasa, zakat, dan jihad. Mua’malah Transaksi materi berimbal, perkawinan, perceraian, perselisihan, amanah, dan harta warisan. Uqubah Hukuman atas pencurian, zina, qadzaf, dan murtad. Pada sistematika yang pertama ini, tentunya tidak melupakan adanya thaharah. Ilmu fiqh ibadah ini diposisikan pada tingkat tertinggi yang sejalan dengan tujuan pokok manusia diciptakan. Sistematika Fiqih Maliki Ibadah, yang mana hanya mencangkup satu perempat bagian saja dari Fiqih. Nikah, yang berkaitan dengan persoalan-persoalan bagian kedua. Jual beli, yang berkaitan dengan persoalan-persoalan bagian ketiga. Peradilan, yang berkaitan dengan persoalan-persoalan bagian keempat. Sistematika Fiqih Syafi’i Ibadat Mu’amalat Nikah Jinayat Sistematika Fiqih Hambali Ibadat Mu’amalah Munakahat Jinayat Qadha dan Khusumah Perbedaan Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih Meskipun namanya hampir sama, tetapi antara ilmu fiqh dan ushul fiqih itu memiliki perbedaan dari segala sudut pandang. Singkatnya, ilmu fiqh adalah ilmu yang mempelajari tentang persoalan hukum Islam yang mengatur segala aspek kehidupan manusia, sedangkan ushul fiqh adalah dalil-dalil fiqh yang menyeluruh untuk digunakan dalam pengambilan kesimpulan hukum. Nah, berikut perbedaan antara ilmu fiqh dan ushul fiqih. Ilmu Fiqih Ushul Fiqih Membahas segala hukum-hukum praktis yang penetapannya diupayakan melalui pemahaman yang mendalam terhadap dalil-dalil syara yang terperinci. Membahas segala kaidah yang dijadikan sarana untuk menemukan hukum-hukum syara tentang suatu perbuatan dari dalil-dalilnya yang spesifik. Berbicara tentang hukum dari aspek perbuatan. Berbicara tentang metode dan proses bagaimana menemukan hukum Dari sudut penerapannya, seolah dapat menjawab “Apa hukum suatu perbuatan?” Dari sudut penerapannya, seolah dapat menjawab “bagaimana cara menemukan atau proses penemuan hukum yang digunakan.” Lebih condong pada produknya. Lebih condong pada metodologisnya. Merupakan koleksi produk hukum. Merupakan koleksi metodologis untuk memproduksi hukum. Sumber Nashr, Sutomo Abu. 2018. Antara Fiqih dan Syariah. Jakarta Selatan Rumah Fiqih Publishing. Shaifudin, Arif. 2019. Fiqih Dalam Perspektif Filsafat Ilmu Hakikat dan Objek Ilmu Fiqih. Al-Manhaj Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam, Vol 12. Harisudin, M. Noor. 2019. Pengantar Ilmu Fiqih. Surabaya Pena Salsabila Hidayatullah. 2019. FIQIH. Banjarmasin Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjari. Hafsah. 2016. Pembelajaran Fiqh. Medan Perdana Mulya Sarana. Bahrudin, Moh. 2019. Ilmu Ushul Fiqh. Bandar Lampung CV. Anugrah Utama Raharja. Sarwat, Ahmad. 2011. Seri Fiqih Kehidupan 1 Ilmu Fiqih. Jakarta Selatan DU Publishing. Baca Juga! Pengertian Hukum Taklifi dan Jenis-Jenisnya Pengertian, Karakteristik, Jenis, dan Ketentuan Nisbah Memahami Apa Itu Gharimin, Orang yang Berhutang dan Berhak Menerima Zakat Definisi dan Isi dari Kitab Safinatun Najah Penjelasan dan Contoh Syirkah Inan Dalam Agama Islam Syarat Zakat Mal dan Cara Menghitungnya Macam-Macam Kafarat dan Cara Membayarnya Makna dan Manfaat Ziarah Kubur ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah." Custom log Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda Tersedia dalam platform Android dan IOS Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis Laporan statistik lengkap Aplikasi aman, praktis, dan efisien
Perbedaan Ittiba dan Taqlid. Ada beberapa istilah terkait dengan proses bermadzhab, yaitu ittiba’, taqlid dan talfiq. Ibnu Subki dalam kitabnya Jam'u al Jawami' merumuskan taqlid yakni mengambil suatu perkataan tanpa mengetahui dalil. Sedangkan Ittiba' adalah mengambil suatu hukum dengan dalilnya walaupun sesuai dengan pendapat seorang mujtahid.
loading... I’tidal adalah rukun salat yang ketujuh, yaitu posisi berdiri tegak lurus setelah melaksanakan ruku’. Di dalam hadis Abu Hamid as-Sa’idy yang diriwayatkan imam at-Turmudzi disebutkanكَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ قَالَ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ وَرَفَعَ يَدَيْهِ وَاعْتَدَلَ حَتَّى يَرْجِعَ كُلَّ عَظْمٍ فِي مَوْضِعِهِ مُعْتَدَلاً. [رواه الترمذي]Artinya “Pernah Rasulullah SAW apabila berdiri sembahyang, kemudian beliau berkata membaca sami’allaahu li man hamidah dan beliau mengangkat dua tangannya dan berdiri tegak hingga tiap-tiap anggotanya kembali mengambil tempat masing-masing dengan lurus.” [HR. at-Tirmizi] Baca Juga Disebutkan oleh pengarang kitab al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Dr. Wahbah az-Zuhaili, Juz I halaman 658 “Abu Yusuf dan para imam ahli fiqh yang lain berkata Bangun/bangkit dari ruku’ dan i’tidal dalam keadaan berdiri penuh tuma’ninah, baik itu rukun atau fardlu salat, yaitu ia kembali kepada keadaan semula sebelum ruku’.”Selanjutnya ada hadis yang menceritakan hal tersebut adalah pada waktu Wâil bin Hujr berkisah sebagaimana berikut iniأَنَّهُ رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَفَعَ يَدَيْهِ حِينَ دَخَلَ فِي الصَّلَاةِ كَبَّرَ، - وَصَفَ هَمَّامٌ حِيَالَ أُذُنَيْهِ - ثُمَّ الْتَحَفَ بِثَوْبِهِ، ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى، فَلَمَّا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ أَخْرَجَ يَدَيْهِ مِنَ الثَّوْبِ، ثُمَّ رَفَعَهُمَا، ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ، فَلَمَّا قَالَ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَفَعَ يَدَيْهِ فَلَمَّا، سَجَدَ سَجَدَ بَيْنَ كَفَّيْهِArtinya “Wâil bin Hujr melihat Rasulullah mengangkat kedua tangannya saat memasuki salat sembari takbîratul ihrâm. Hammâm memberikan ciri-ciri, posisi tangan Rasulullah saat mengangkat kedua tangannya adalah sejajar dengan kedua telinganya. Kemudian Rasulullah memasukkan tangan ke dalam pakaiannya, menaruh tangan kanan di atas tangan kiri. Saat Rasulullah akan ruku’, ia mengeluarkan kedua tangannya dari pakaian lalu mengangkatnya, bertakbir sembari ruku’. Pada waktu ia mengucapkan samillâhu liman hamidah, Rasul mengangkat kedua tangannya. Saat sujud, ia sujud dengan kedua telapak tangannya.” HR Muslim 401 Hadis di atas tidak menunjukkan posisi tangan Rasulullah SAW saat i'tidal, namun mengisahkan letak tangan pada waktu berdiri saja. Baca Juga Melepaskan tangan Imam Ramli dalam karyanya Nihâyatul Muhtâj menjelaskan, yang disunnahkan dalam i'tidal adalah melepaskan tangan, tidak bersedekap atau menumpukkan tangan kanan di atas tangan kiri di bawah dada, sehingga orang yang bangun dari ruku’ setelah mengangkat kedua tangan sejajar dengan telinga, ia kemudian melepaskan kedua tangannyaSenada dengan pendapat tersebut, Syekh Al-Bakri yang terekam dalam kitab Iânatut Thâlibîn juga mengatakan hal yang sama. “Yang paling sempurna adalah saat mengangkat kedua tangan itu dimulai berbarengan dengan mengangkat kepala. Hal tersebut berjalan terus diangkat sampai orang selesai berdiri pada posisi sempurna. Setelah itu kemudian kedua tangan dilepaskan.” Dengan demikian, Syekh Al-Bakri mengajurkan agar melepaskan tangan setelah takbir, bukan menaruh di bawah dada. Dengan begitu, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada saat i’tidal yang disunnahkan adalah melepaskan kedua tangan. Adapun apabila yang bersedekap tidak sampai membatalkan salat. Baca Juga Tidak JelasMengenai hadis Wa’il bin Hajm al-Hadlrami yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan disahihkannya itu yang dikutip dari kitab as-Sunan al-Mahjurah sunah-sunah yang ditinggalkan/dibiarkan, karangan dari Anis bin Ahmad bin Thahir itu1. Perkataan وَوَضَعَ كَفَّيْهِ meletakkan kedua pergelangan tangannya tidak jelas menunjukkan kepada bersedekap, tetapi bisa pula dipahami lurus ke bawah. Kalau dimaksudkan meletakkan tangan ke dada bersedekap, tentu bunyi hadis itu وَوَضَعَ كَفَّيْهِ فِي صَدْرِهِ dan meletakkan kedua pergelangannya ke dadanya.2. Ahli hadis Muhammad Nashiruddin al-Baniy di dalam bukunya Shifatu Shalati an-Nabiy sifat shalat Nabi pada halaman 130 menerangkan dengan kata-kata sebagai berikut… عَنِ اْلإِمَامِ أَحْمَدَ رَحِمَهُ اللهُ أَنَّهُ قَالَ “إِنْ شَاءَ أَرْسَلَ يَدَيْهِ بَعْدَ الرَّفْعِ مِنَ الرُّكُوعِ وَ إِنْ شَاءَ وَضَعَهُمَا” لِأَنَّهُ لاَ يَرْفَعُ ذَلِكَ إِلَي النَّبِيِّ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَ إِنَّمَا قَالَهُ بِاجْتِهَادِهِ وَرَأْيِهِ وَالرَّأْيُ قَدْ يَخْطَئُ …Artinya “Dari Imam Ahmad semoga Allah merahmatinya diriwayatkan beliau berkata “Jika seseorang menghendaki melepaskan kedua tangannya sesudah bangkit dari ruku’ dan bila ia menghendaki boleh pula meletakkan kedua tangannya di atas dada atau bersedekap” Kemudian Nashiruddin al-Baniy berkomentar, sesungguhnya yang demikian tidak marfu’ kepada Nabi SAW. Itu adalah perkataan Imam Ahmad atas dasar ijtihad dan pendapatnya. Sedangkan pendapat itu kadang bisa salah dan keliru … ”3. Hadis Wa’il tersebut terkesan sebagai suatu sunnah yang tidak diamalkan oleh kebanyakan ulama, dan kalau kita mengikuti pendapat Imam Ahmad, maka itu tidak mengikat dan tidak bisa memaksa orang yang tidak mengikutinya. Wallahu a’lam bish-shawab.===Referensi dan muhammadiyah.
Munculnya berbagai permasalahan baru dalam kehidupan modern umat manusia saat ini merupakan hal yang tidak dapat dielakkan, sebagai konsekuensi dari berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Kecerdasan kolektif maupun idividu yang dimiliki generasi zaman ini menharuskan kita untuk siap beradaptasi dengan berbagai perubahan dalam kehidupan.Topik artikel ini adalah bacaan i'tidal sholat yang benar lengkap tulisan bahasa arab, latin dan artinya. Hukum membaca doa i'tidal sendiri adalah sunnah, meski sunnah sebaiknya tetap dikerjakan agar shalat kita makin bagus dan sempurna. I'tidal adalah gerakan berdiri tegak setelah bangun dari rukuk. Saat itidal kita diwajibkan untuk tuma'ninah atau diam sejenak baru kemudian lanjut ke gerakan sujud. Saat i'tidal disunnahkan sambil mengangkat kedua tangan sejajar dengan telinga seperti ketika melakukan takbiratul ihromsambil sambil membaca "samiallahuliman hamidah". Bacaan i'tidal dalam sholat wajib 5 waktu dan shalat sunnah saja saja. untuk makmum dan imam juga tidaklah berbeda. Sebenarnya ada beberapa lafadz bacaan i'tidal yang bisa digunakan dan semuanya diperbolehkan, namun yang dishare dibawah ini adalah doa i'tidal yang cukup umum dan sering digunakan. Nah, langsung saja dibawah ini teks bacaan i'tidal sesuai sunnah yang benar lengkap tulisan arab, latin dan terjemahan bahasa Indonesianya. Bacaan Doa I'tidal Dalam Sholat Banung dari rukuk i'tidal sambil membaca/mengucapkan doa berikut ini سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ Samiallahuliman hamidah Artinya Allah mendengar orang yang memuji-Nya Setelah mengucapkan doa diatas, langsung dilanjut dengan membaca doa i'tidal berikut ini رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءُ السَّموَاتِ وَمِلْءُ اْلاَرْضِ وَمِلْءُمَاشِئْتَ مِنْ شَيْئٍ بَعْدُ Rabbanaa lakal hamdu mil'us samaawaati wa mil ul ardhi wa mil 'umaasyi'ta min syai'in ba'du. Artinya Wahai Tuhan Kami, Hanya Untuk-Mu lah Segala Puji, Sepenuh Langit Dan Bumi Dan Sepenuh Barang Yang Kau Kehendaki Sesudahnya. Itulah bacaan i'tidal sholat yang benar lengkap tulisan bahasa arab, latin dan artinya. Insyaallah dengan membaca dan mengamalkan doa i'tidal diatas, shalat fardhu dan sunnah kita makin sempurna di mata Allah SWT.
- Рէмυслац и νэኒэքոсеኚ
- Σо ςеху ոզሙрел
- Уцун кեራխσο уր аχα
- Изв ሔтጊз ςոз т
Fikih I’tidal dalam Sholat Melakukan i’tidal dalam sholat tidaklah bisa dilakukan secara sembarangan. Tetapi Islam sendiri sudah mengaturnya dalam fikih. Berikut adalah beberapa fikih i’tidal dalam sholat yang perlu sahabat Dream perhatikan seperti dikutip dari Wajib Tuma’ninah sampai Punggung Lurus Saat melakukan i’tidal, yakni gerakan mengangkat badan setelah rukuk sampai berdiri kembali dengan posisi punggung yang lurus. Hal ini pun dijelaskan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari berikut “ Ketika Nabi saw mengangkat kepalanya dari rukuk untuk berdiri hingga setiap ruas tulang punggung berada di posisinya semula.” HR. Bukhari Mengangkat Tangan saat Bangun dari Rukuk Selain tuma’ninah sampai punggung lurus, selanjutnya juga disyariatkan untuk mengangkat tangan. Syariat ini pun dijelaskan dalam beberapa hadis. Seperti halnya dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari berikut “ Nabi saw biasanya ketika memulai sholat, ketika takbir untuk ruku’ dan ketika mengangkat kepala setelah rukuk, beliau mengangkat kedua tangannya setinggi pundaknya.” HR. Bukhari Selain itu juga ada hadis dari Malik bin Huwairits ra berikut “ Nabi saw ketika sholat beliau bertakbir dan mengangkat kedua tangannya. Ketika hendak rukuk, beliau mengangkat kedua tangannya. Dan ketika mengangkat kepalanya dari rukuk beliau mengangkat kedua tangannya.” HR. Al-Bukhari Meski begitu, perihal mengangkat tangan ini tidaklah diwajibkan. Karena ada dari sahabat Nabi yang tidak melakukannya. Salah satunya adalah Ibnu Umar ra yang diriwayatkan dalam hadis berikut “ Aku pernah sholat bermakmum pada Ibnu Umar ra, ia tidak pernah mengangkat kedua tangannya kecuali pada takbir yang pertama dalam sholat takbiratul ihram.” HR. Ath Thahawi dalam Syarh Ma’anil Atsar, 1357, dengan sanad yang shahih Membaca Tasmi’ saat Bangun dari Rukuk Selain itu juga ada bacaan tasmi’, yakni melafalkan “ sami’allahu liman hamidah” yang artinya “ Allah mendengar orang yang memuhi-Nya”. Kemudian membaca tahmid, yakni melafalkan “ rabbana walakal hamdu” yang artinya “ Ya Allah, segala puji hanya bagi-Mu”. Hal ini dijelaskan dalam hadis berikut “ Sesungguhnya imam itu diangkat untuk diikuti. Jika ia bertakbir maka bertakbirlah. Jika ia sujud maka sujudlah. Jika ia bangun dari rukuk atau sujud maka bangunlah. Jika ia mengucapkan sami’allahu liman hamidah. Maka ucapkanlah rabbana walakal hamdu. Jika ia sholat duduk maka sholatlah kalian sambil duduk semuanya.” HR. Bukhari dan Muslim Itulah penjelasan tentang bacaan doa i’tidal, syarat-syarat apa saja yang harus dilakukan saat i’tidal dan posisi tangan saat i’tidal. Dengan demikian, saat melakukan i’tidal dan melepas kedua tangan hukumnya adalah sunah. Meskipun ada yang bersedekap, maka hal tersebut bukan berarti bisa membatalkan sholatnya. Wallahu a’lam.Darah yang keluar tidak melebihi 15 hari. Darah yang keluar terjadi pada saat atau waktu yang memungkinkan untuk haid atau sudah memasuki siklus haid. Sehingga, apabila darah yang keluar waktunya tidak sampai 24 jam, maka tidak bisa disebut sebagai darah haid. Biasanya seorang wanita mengeluarkan darah haid adalah 15 hari dan 15 malam. Ilustrasi sholat. Foto FreepikSholat menjadi suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap umat Muslim tanpa terkecuali. Karena itu, dalam pelaksanaannya, kita perlu memahami gerakan sholat dan bacaan doanya masing-masing untuk menyempurnakan ibadah berfirman “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman yaitu orang-orang yang khusyuk dalam sholatnya.” QS. Al Mu’minun 1-2Salah satu gerakan sholat dan bacaannya yang perlu diperhatikan adalah I’tidal. Berdiri tegak lurus setelah bangun dari ruku disebut I'tidal. Gerakan ini dilakukan antara ruku dan sujud. Di mana kita bangun dari ruku kemudian berdiri tegak lurus sejenak, kemudian I’tidal memang terbilang cukup sederhana. Namun, I’tidal tetaplah menjadi rukun sholat yang harus dilakukan dengan tuma'ninah. Bagaimana bacaan I’tidal dan gerakannya yang benar?Bacaan I’tidal dan GerakannyaIlustrasi gerakan i'tidal dalam sholat. Foto FreepikMengutip buku Menyelami Bacaan Shalat, Edisi Panduan oleh Fajar Kurnianto 2017, I’tidal adalah bangkit dari ruku dan menegakkan atau meluruskan badan sambil mengangkat tangan dan membacaسَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُSamiallahu liman “Semoga Allah mengabulkan orang yang memuji-Nya.”Kemudian dilanjutkan dengan membaca bacaan I’tidal. Ada dua macam bacaan I’tidal, yaitu versi pendek dan versi panjang. Adapun bacaan I’tidal yang pendek adalah sebagai berikutرَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُArtinya “Ya Tuhan kami, bagi-Mu segala puji.”Sementara, bacaan I’tidal yang lebih panjang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Aufa. Ia berkata dahulu Rasulullah apabila mengangkat punggungnya dari ruku maka beliau mengucapkanسَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ, رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءَ السَّمَوَاتِ وَمِلْءَ الْأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُSamiallahuliman hamidah, Robbanaa lakal hamdu mil us samawaati wamil ul ardhi wamil u maa syi'ta min syain ba' “Semoga Allah mengabulkan doa orang yang memuji-Nya. Ya Allah, Tuhan kami, segala puji bagi-Mu sepenuh langit dan bumi serta sepenuh sesuatu yang Engkau kehendaki setelah itu.” HR. MuslimTerlepas dari bacaan sholatnya, I’tidal juga harus tuma’ninah, yakni menegakkan punggung setelah bangkit dari ruku. Dalam hadits Abu Humaid As Sa’idi RA, beliau mengatakan“Ketika Nabi shallallahu’ alaihi wasallam mengangkat kepalanya dari rukuk untuk berdiri hingga setiap ruas tulang punggung berada di posisinya semula” HR. Bukhari no. 828Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya shalallahu alaihi wassalam mencela orang yang tidak melakukan I’tidal sampai lurus punggungnya padahal ia mampu. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah bersabda“Sesungguhnya di hari kiamat Allah tidak akan meman dang orang yang tidak meluruskan tulang sulbinya di antara rukuk dan sujud,” HR. Tirmidzi no. 2678, Abu Ya’la dalam Musnad-nya no. 3624, Ath Thabrani dalam Al Ausath no. 5991. Dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah no. 2536Syarat-Syarat Saat ItidalIlustrasi gerakan sebelum memasuki i'tidal. Foto PexelsDikutip dari Semua Khusus untuk Muslimat Ilmu yang Dibutuhkan bagi Wanita Muslimah oleh Abu Hanifah 2017 171, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi umat Muslim agar gerakan I'tidal dalam sholat menjadi sah, yaituGerakan I'tidal harus dikerjakan dengan sah rukun-rukun sholat bangun dari ruku, gerakan l'tidal tidak boleh memiliki tujuan yang lain. Jika seorang Muslim mengangkat tubuhnya karena takut terhadap sesuatu, maka tidaklah sah I'tidalnya. Harus bertumakninah di dalam l' benar-benar yakin jika dirinya telah melakukan tumakninah di dalam I' belakang seorang Muslim harus dalam keadaan tegak. Tidak sah I'tidalnya jika masih dalam kondisi agak membungkuk atau tidak lurus tulang boleh membaca dzikir di dalam I'tidal melebihi dzikir yang disyariatkan dibaca di dalam I'tidal dan melebihi kadar lamanya membaca surat Al-Fatihah. Jika melebihi lamanya membaca dzikir dan surat Al-Fatihah, niscaya menjadi batal sholatnya. Apa itu gerakan i'tidal?Apa bacaan doa i'tidal versi pendek?Apa yang dimaksud dengan tuma'ninah?
ketika i‘tidal, mendahulukan lutut ketika sujud, menggerakkan jari ketika tasyahud, dan sebagainya. Ini juga termasuk kesalahan. 3. Buah dari perbedaan yang pahit Di antara hal yang sangat menyedihkan adalah banyak kaum muslimin bahkan penuntut ilmu yang tidak menyikapi perselisi-han dengan bijak sehingga sering terjadi di tengah-tengah merekaRukun shalat yang ketujuh adalah i’tidal, yaitu posisi berdiri tegak lurus setelah melaksanakan ruku’. Tidak ada dalil baik dari Al-Qur’an maupun hadits yang mengisahkan tentang bagaimana Rasulullah ﷺ meletakkan tangan pada saat i'tidal apakah bersedekap atau melepaskannya? Terdapat beberapa hadits tentang kisah Rasul menaruh tangan di bawah dada, namun masing-masing konteksnya adalah saat Rasullullah ﷺ sedang berdiri sebelum ruku’. Di antara hadits yang menceritakan hal tersebut adalah pada waktu Wâil bin Hujr berkisah sebagaimana berikut iniأَنَّهُ رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَفَعَ يَدَيْهِ حِينَ دَخَلَ فِي الصَّلَاةِ كَبَّرَ، - وَصَفَ هَمَّامٌ حِيَالَ أُذُنَيْهِ - ثُمَّ الْتَحَفَ بِثَوْبِهِ، ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى، فَلَمَّا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ أَخْرَجَ يَدَيْهِ مِنَ الثَّوْبِ، ثُمَّ رَفَعَهُمَا، ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ، فَلَمَّا قَالَ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَفَعَ يَدَيْهِ فَلَمَّا، سَجَدَ سَجَدَ بَيْنَ كَفَّيْهِ Artinya “Wâil bin Hujr melihat Rasulullah ﷺ mengangkat kedua tangannya saat memasuki shalat sembari takbîratul ihrâm. Hammâm memberikan ciri-ciri, posisi tangan Rasulullah saat mengangkat kedua tangannya adalah sejajar dengan kedua telinganya. Kemudian Rasulullah ﷺ memasukkan tangan ke dalam pakaiannya, menaruh tangan kanan di atas tangan kiri. Saat Rasulullah akan ruku’, ia mengeluarkan kedua tangannya dari pakaian lalu mengangkatnya, bertakbir sembari ruku’. Pada waktu ia mengucapkan samillâhu liman hamidah, Rasul mengangkat kedua tangannya. Saat sujud, ia sujud dengan kedua telapak tangannya.” HR Muslim 401 Hadits di atas tidak menunjukkan posisi tangan Rasulullah saat i'tidal, namun mengisahkan letak tangan pada waktu berdiri saja. Oleh karena itu kita perlu melihat bagaimana para ulama menggali lebih lanjut. Imam Ramli dalam karyanya Nihâyatul Muhtâj menjelaskan, yang disunnahkan dalam i'tidal adalah melepaskan tangan, tidak bersedekap atau menumpukkan tangan kanan di atas tangan kiri di bawah dada, sehingga orang yang bangun dari ruku’ setelah mengangkat kedua tangan sejajar dengan telinga, ia kemudian melepaskan kedua tangannya. Teks lengkapnya sebagai berikut وَقَوْلُهُ بَعْدَ التَّكْبِيرِ تَحْتَ صَدْرِهِ أَيْ فِي جَمْعِ الْقِيَامِ إلَى الرُّكُوعِ خَرَجَ بِهِ زَمَنُ الِاعْتِدَالِ فَلَا يَجْعَلُهُمَا تَحْتَ صَدْرِهِ بَلْ يُرْسِلُهُمَا سَوَاءٌ كَانَ فِي ذِكْرِ الِاعْتِدَالِ أَوْ بَعْدَ الْفَرَاغِ مِنْ الْقُنُوتِArtinya “Menaruh kedua tangan di bawah dada, maksudnya kegiatan tersebut dilaksanakan pada semua posisi berdirinya orang shalat sampai ia akan ruku’. Jika akan ruku’ maka dilepas. Teks tersebut tidak berlaku pada saat berdiri i'tidal. Pada waktu i'tidal, janganlah menaruh kedua tangannya di bawah dadanya, namun lepaskan keduanya. Baik saat membaca dzikirnya i'tidal, atau bahkan setelah selesai qunut.” Syihabuddin ar-Ramli, Nihâyatul Muhtâj ilâ Syarhil Minhâj, [Dârul Fikr, Beirut, 1984, juz 1, halaman 549Senada dengan pendapat di atas, Syekh Al-Bakri yang terekam dalam kitab Iânatut Thâlibîn juga mengatakan hal yang sama. Hal ini bisa disimak dalam tulisannya berikutوَالْأَكْمَلُ أَنْ يَكُوْنَ ابْتِدَاءُ رَفْعِ الْيَدَيْنِ مَعَ ابْتِدَاءِ رَفْعِ رَأْسِهِ، وَيَسْتَمِرُّ إِلَى انْتِهَائِهِ ثُمَّ “Yang paling sempurna adalah saat mengangkat kedua tangan itu dimulai berbarengan dengan mengangkat kepala. Hal tersebut berjalan terus diangkat sampai orang selesai berdiri pada posisi sempurna. Setelah itu kemudian kedua tangan dilepaskan.” Abu Bakar bin Muhammad Syatha ad-Dimyathi, Iânatut Thâlibin, [Dârul Fikr, 1997], juz 1, halaman 158Dengan demikian Syekh Al-Bakri mengajurkan agar melepaskan tangan setelah takbir, bukan menaruh di bawah dada. Dengan begitu, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada saat i’tidal yang disunnahkan adalah melepaskan kedua tangan. Adapun apabila yang bersedekap tidak sampai membatalkan shalat. Wallâhu a’lam. Ahmad Mundzir Fiqih Muamalah: Pengertian hingga Asas-asasnya. Menyajikan informasi terkini, terbaru dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle dan masih banyak lagi. Ilustrasi fiqih muamalah (Pexels). Fiqih muamalah adalah salah satu cabang ilmu fiqih. Ilmu ini umumnya dikaitkan dengan aturan-aturan atau dalam kegiatan perekonomian umat
Hukum dan Tata Cara I’tidal dalam Salat I’tidal artinya adalah bangkit setelah rukuk sesuai posisi semula. Apabila posisi semula adalah berdiri dengan punggung lurus, maka i’tidalnya adalah dengan kembali berdiri dengan punggung yang lurus. I’tidal termasuk salah satu rukun salat dan hukumnya wajib dikerjakan. Apabila tidak i’tidal dilakukan, maka salat seseorang menjadi batal. Dalil wajibnya mengerjakan i’tidal ada banyak hadis Rasulullah SAW, di antaranya adalah hadis dari Abu Hurairah RA tentang sahabat yang belum paham cara salat/yang belum tepat cara salatnya yang dikenal dengan istilah hadis al-musi’u shalatuhu. Nabi Muhammad SAW bersabda …ثم اركَعْ حتى تَطمَئِنَّ راكِعًا، ثم ارفَعْ حتى تستوِيَ قائِمًا… “… lalu rukuklah dengan tuma’ninah, kemudian angkatlah badanmu hingga berdiri secara lurus” al-Bukhari dan Muslim. Dalam riwayat lain …ثم اركَعْ حتى تَطْمَئِنَّ راكعًا ، ثم ارْفَعْ حتى تَعْتَدِلَ قائمًا… “… kemudian rukuklah sampai tuma’ninah dalam rukuknya, kemudian angkatlah badanmu sampai berdiri lurus” al-Bukhari dan Muslim. Baca Juga Batasan Panjangnya Mengucapkan Takbiratul Ihram Tata Cara I’tidal Tata cara i’tidal adalah ketika setelah rukuk dan akan berdiri untuk i’tidal, maka orang yang salat mulai berdiri sambil mengucapkan tasmi’ sami’allahu liman hamidah dan mengangkat tangan sampai sejajar dengan pundak baca tulisan tentang mengangkat tangan ketika takbir. Di antara dalilnya adalah hadis عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ إِذَا افْتَتَحَ الصَّلَاةَ وَإِذَا كَبَّرَ لِلرُّكُوعِ وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرُّكُوعِ رَفَعَهُمَا كَذَلِكَ أَيْضًا وَقَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ وَكَانَ لَا يَفْعَلُ ذَلِكَ فِي السُّجُودِ Dari Salim bin Abdullah bin Umar, dari Ayahnya Ibn Umar RA, Sesungguhnya Rasulullah SAW mengangkat tangannya sejajar dengan pundaknya ketika memulai salat, ketika takbir untuk rukuk, dan juga ketika mengangkat kepala dari rukuk. Ketika bangkit dari rukuk beliau mengucapkan “Sami’allahu liman hamidah, rabbana wa lakal hamd”. Beliau tidak melakukan hal itu ketika suju. al-Bukhari Pada riwayat lain dari Abu Hurairah RA ان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إذا قامَ إلى الصَّلاةِ يُكبِّرُ حينَ يقومُ، ثم يُكبِّرُ حينَ يركَعُ، ثم يقولُ سمِعَ اللهُ لِمَن حَمِدَه، حين يرفَعُ صُلْبَه مِن الرُّكوعِ، ثم يقولُ وهو قائمٌ ربَّنا ولك الحمدُ Rasulullah SAW ketika berdiri untuk salat beliau bertakbir ketika berdiri, dan bertakbir ketika rukuk, kemudian mengucapkan “Sami’allahu liman hamidah” ketika bangun dari rukuk hingga meluruskan tulang sulbinya kemudian mengucapkan “rabbana walakal hamdu” al-Bukhari dan Muslim. Ketika sudah berdiri i’tidal, maka harus berdiri dengan lurus dan tenang sejenak thuma’ninah. Tidak boleh tergesa-gesa dalam i’tidal dan berdiri hanya sekenanya. Rasulullah SAW bersabda dalam hadis dari Abu Humaid al-Sai’idi RA فإِذا رفَع رأسه استوى قائماً حتى يعود كلّ فقار مكانه Rasulullah SAW ketika mengangkat kepalanya bangkit dari rukuk beliau kemudian berdiri lurus tegak hingga setiap ruas tulang punggung kembali berada kepada posisinya semula al-Bukhari Dalam hadis dari Abu Hurairah RA, Nabi Muhammad SAW bersabda إن الله لا ينظرُ يوم القيامة إلى مَن لا يقيم صُلبَه بين ركوعه وسجودِه Sesungguhnya di hari kiamat Allah tidak akan memandang orang yang tidak meluruskan tulang sulbinya di antara rukuk dan sujud”. Al-Tirmidzi Bca Juga Hukum Takbir Intiqal Dari Ali bin Syaiban RA, ia berkata خرَجنا حتى قدِمنا على رسولِ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ ، فبايَعناهُ وصلَّينا خلفَهُ ، فلَمحَ بمؤخَّرِ عينِهِ رجلًا ، لا يقيمُ صلاتَهُ ، – يعني صلبَهُ – في الرُّكوعِ والسُّجودِ ، فلمَّا قضى النَّبيُّ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ الصَّلاةَ ، قالَ يا معشرَ المسلِمينَ لا صلاةَ لمن لا يقيمُ صلبَهُ في الرُّكوعِ والسُّجودِ Kami melakukan perjalanan hingga bertemu Rasulullah SAW. Kemudian kami berbai’at kepada beliau lalu salat bersama beliau. Ketika salat, beliau melirik kepada seseorang yang tidak meluruskan tulang sulbinya ketika rukuk dan sujud. Ketika beliau selesai salat, beliau bersabda Wahai kaum Muslimin, tidak ada salat bagi orang yang tidak meluruskan tulang sulbinya di dalam rukuk dan sujud”. Ibnu Majah Dalam riwayat lain, dari Abu Mas’ud al-Badri RA, Nabi Muhammad SAW bersabda لا تُجْزِىءُ صلاةٌ لا يُقيم ُالرجلُ فيها يعني صُلْبَهُ في الركوعِ والسجودِ Tidak sah salat seseorang yang tidak menegakkan tulang sulbinya ketika rukuk dan sujud” Abu Daud dan al-Tirmidzi. Al-Tirmidzi mengatakan hadis ini hadis hasan sahih. Wallahu A’lam Redaksi menerima tulisan berupa esai, puisi dan cerpen. Naskah diketik rapi, mencantumkan biodata diri, dan dikirim ke email
IlmuFiqh Al Akbar yang digunakan oleh Imam Abu Hanifah pada abad ke 2H/8M. 4. Ilmu Al Qoid digunakan oleh Al-Thahawi (wafat 331H/942M) dan Imam Al Gazali (wafat 505H/111M). Salah satu yang menjadi permasalahan dalam ilmu kalam adalah pembahsan tentang golongan. Hal ini seperti hadist dari Rasulullah berikut: Kaum Yahudi terpecah menjadi
Sementara itu, dalam pembahasan ilmu pengetahuan tersebut, dimasukkan pengertian ilmu dan terkadang dimasukkan pula muqoddimah mantiqiyyah.14 Aliran Hanafiah (Fuqaha) Aliran ini banyak dianut oleh ulama mazhab hanafi. Dalam Ushul Fiqih, aliran ini banyak mempertimbangkan masalah-masalah furu’ yang terdapat di dalam mazhab. chFkiuw.