6Tempat Pengertian Objek Wisata Menurut Para from maniakwisata.com. Itulah beberapa pengertian pariwisata yang dikemukakan oleh para ahli. Beberapa ahli juga mengatakan bahwa pengertian pariwisata, berikut daftar lengkap pengertian pariwisata yang dikemukakan oleh para ahli dari luar dan dalam negeri, diantaranya : Pengertian kepariwisataan menurut para ahli
Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Pariwisata dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Oleh Nandi Abstrak Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor andalan pemerintah Indonesia untuk menghasilkan devisa negara, oleh karena itu pemanfaatan, pengembangan, pengelolaan dan pembiayaan kawasan wisata harus mendapat perhatian yang serius dari pemerintah dengan melibatkan peran lembaga-lembaga pemerintah, stakes holder yang terkait serta partisipasi seluruh lapisan masyarakat dalam berbagai kebijakan dan program yang akan diambil. Dalam makalah ini pembahasan mengenai kawasan wisata lebih difokuskan pada penguraian konsep dan praktek good governance, proses dan prosedur kelembagaan, pembiayaan pembangunan untuk pengembangan sektor pariwisata yang dikaitkan dengan pendidikan untuk meningkatkatkan kualitas sumberdaya manusia SDM di bidang kepariwisataan. Kajian terhadap pengembangan kawasan wisata di Indonesia berdasarkan pada kajian pustaka yang berkaitan dengan permasalahan-permasalahan yang timbul dari pengembangan kawasan wisata merupakan materi yang akan dibahas dalam makalah ini. Kata Kunci Pengembangan Pariwisata, Pendidikan Kepariwisataan, Sumberdaya Manusia * Nandi, adalah dosen Jurusan Pendidikan Geografi FPIPS UPI A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan ± pulau yang dimilikinya dengan garis pantai sepanjang km. Negara Indonesia memiliki potensi alam, keanekaragaman flora dan fauna, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, serta seni dan budaya yang semuanya itu merupakan sumber daya dan modal yang besar artinya bagi usaha pengembangan dan peningkatan kepariwisataan. Modal tersebut harus dimanfaatkan secara optimal melalui penyelenggaraan kepariwisataan yang secara umum bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat. Menurut data statistik, tercatat bahwa sektor pariwisata memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian nasional. Tahun 2002 target perolehan devisa sebesar US $ 5,8 33 M untuk 5,8 juta wisman, dan tahun 2003 US $ 6,3 M 6,9 juta wisman, sedangkan target 2004 US 7,5 M Widibyo, 2000. Dengan potensi wisata yang dimiliki masih memungkinkan peluang peningkatan penerimaan negara dari sektor pariwisata Dirjen –pariwisata,2004 Berdasarkan uraian diatas pembangunan dan program pengembangan pariwisata memainkan peranan yang sangat penting dalam strategi pembangunan ekonomi di suatu Negara atau daerah. Hal ini disebabkan sumbangan sektor pariwisata dalam pembangunan ekonomi nasional menurut Spillane 1994 dapat diukur dengan mudah dari berbagai macam tolok ukur. Dimana hal yang paling penting adalah mengenai sumbangan pada neraca pembayaran, pendapatan nasional GDP, penciptaan lapangan kerja dan sektor-sektor ikutan lainnya dari sektor pariwisata. Untuk itu, program pembangunan pariwisata dapat diprioritaskan sebagai bagian terpenting dari strategi pembangunan ekonomi jangka panjang, menengah dan jangka pendek dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Menurut Hessel Nogi S Tangkilisan 2002 hal ini meliputi 1. Pengembangan perwilayahan, pengelompokan obyek dan daya tarik wisata. 2. Pengembangan produk wisata. 3. Pengembangan jaringan transportasi/aksesibilitas antar kawasan, daerah dan internasional. 4. Pengembangan pusat jaringan publik. Berdasarkan pemahaman konsep pembangunan kepariwisataan diatas, maka usaha pemerintah daerah membangun periwisata tidak lepas dari upaya meningkatkan PAD seperti retiribusi karcis masuk objek wisata, retribusi penjualan, parkir dan retribusi perijinan usaha serta pajak hiburan, hotel dan restoran. Sedangkan perluasan kesempatan berusaha misalnya penambahan hotel, restoran, caffe, usaha dibidang hiburan, perusahaan travel, produsen dan penjual toko barang cindramata, Pedagang Kaki Lima PKL dan lain sebagainya. Dengan berkembangnya usaha ekonomi kepariwisataan tersebut maka akan dengan sendirinya membuka peluang kesempatan kerja di sektor tersebut yang pada akhirnya dapat memberikan peningkatan pendapatan masyarakat itu sendiri. Hal tersebut di atas dapat tercipta dengan baik bergantung pada upaya dan kerjasama yang dilakukan pemerintah bersama pihak stakeholders di bidang kepariwisataan. Untuk itu, perlu ditetapkan kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk mendorong pengembangan kegiatan pariwisata. Kebijakan-kebijakan tersebut harus mengakomodir prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan seperti yang tertuang dalam Pacific Ministers Conference on Tourism and Environment di Maldivest tahun 1997 yang meliputi kesejahteraan lokal, penciptaan lapangan kerja, konservasi sumber daya alam, pemeliharaan dan peningkatan kualitas hidup, dan equity inter dan antar generasi dalam distribusi kesejahteraan Dirjen-pariwisata,2004 B. Permasalahan yang Dihadapi Mencermati uraian di atas dapat diketahui bahwa permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah dalam pengembangan kawasan wisata di Indonesia antara lain, sebagai berikut 1. Keterbatasan dukungan sarana dan prasarana penunjang merupakan juga salah satu permasalahan yang perlu mendapat perhatian. Dimana dukungan sarana dan prasarana merupakan faktor penting untuk keberlanjutan penyelenggaraan kegiatan pariwisata, seperti penyediaan akses, akomodasi, angkutan wisata, dan sarana prasarana pendukung lainnya. Masih banyak kawasan wisata yang sangat berpotensi tetapi masih belum didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Selain itu sarana dan prasarana yang dibangun hanya untuk kepentingan lokal saja, belum dapat 34 melayani kebutuhan penyelenggaraan pariwisata di luar lokasi. Seperti misalnya penyediaan angkutan wisata hanya tersedia di area kawasan wisata saja, tetapi sarana angkutan untuk mencapai kawasan tersebut dari akses luar belum tersedia. 2. Terbatasnya biaya atau anggaran untuk pengembangan sektor wisata. 3. Belum tersedianya sumber daya manusia SDM yang betul-betul mampu melihat peluang maupun tantangan dari sektor kepariwisataan. 4. Belum terbinanya koordinasi antara lembaga-lembaga pemerintah daerah setempat dengan stakeholders bidang pariwisata. Misalnya keterkaitan dalam kerjasama antar pemerintah daerah dengan pengusaha pengelola objek wisata, hotel, restoran, transportasi, Telekomunikasi, pemandu wisata atau pramuwisata dan lain sebagainya. 5. Belum ada program pemasaran dan promosi pariwisata yang efektif, yang menggunakan pendekatan profesional, kemitraan antara swasta, pemerintah, dan masyarakat dan memperkuat jaringan kelembagaan, untuk meningkatkan kunjungan wisatawan baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara C. Tujuan Penulisan Makalah ini mempunyai tujuan yaitu untuk mengidentifikasi dan menganalisa 1. Kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pembiayaan untuk pembangunan sarana dan prasarana dalam mengembangkan kawasan wisata. 2. Koordinasi antara lembaga-lembaga pemerintah dengan stakeholder yang terkait dengan bidang pariwisata. 3. Sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam mengembangkan sektor pariwisata. D. Metodologi Penulisan makalah ini menggunakan pendekatan analisis deskriptif untuk mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang dikemukakan diatas, serta kajian literatur dari berbagai sumber informasi dan data yang kami peroleh sebagai acuan atau pedoman dalam menganalisis permasalahan-permasalahan tersebut. E. Teori dan konsep kepariwisataan Menurut arti katanya pariwisata berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari dua kata yaitu kata pari dan wisata. Kata pari berarti penuh, seluruh atau semua kata wisata berarti perjalanan. Kata pariwisata dapat diartikan perjalanan penuh mulai dari berangkat dari suatu tempat ke satu atau beberapa tempat lain dan singgah kemudian kembali ke tempat semula. Dalam Undang-Undang No. 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan Bab IV pasal 4 disebutkan bahwa objek dan daya tarik wisata terdiri atas 1. Objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud keadaan alam serta flora fauna. 2. Objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia berupa museum, peninggalan sejarah, wisata agro, wisata tirta, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi dan tempat hiburan. Sedangkan menurut Kuncoro 2001 menyatakan bahwa atraksi wisata dikelompokkan menjadi dua, yaitu atraksi sumber daya alam dan atraksi buatan manusia. 1. Atraksi wisata alam adalah setiap ekosistem dan segala isinya. Sumberdaya alam fisik dan hayati merupakan atraksi wisata yang dapat dikembangkan untuk objek wisata alam. 35 2. Atraksi buatan manusia meliputi atraksi budaya agama, budaya modern, museum, galeri seni, situs arkeologi, bangunan, tradisi kepercayaan, animasi budaya, festival dan peristiwa olahraga olimpiade, piala dunia, turnamen. Kawasan pariwisata berdasarkan UU No. 47 tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional pasal 11 ayat 1 merupakan salah satu dari sembilan kawasan budidaya. Kawasan pariwisata itu sendiri berdasarkan UU tersebut pada pasal 49 memiliki kriteria sebagai berikut a. Kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk kegiatan pariwisata, serta tidak mengganggu kelestarian budaya, keindahan alam, dan lingkungan; b. Kawasan yang apabila digunakan untuk kegiatan pariwisata secara ruang dapat memberikan manfaat 1. Meningkatkan devisa dan mendayagunakan investasi; 2. Meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor dan sub sektor serta kegiatan ekonomi sekitarnya; 3. Tidak mengganggu fungsi lindung; 4. Tidak mengganggu upaya pelestarian sumber daya alam; 5. Meningkatkan pendapatan masyarakat; 6. Meningkatkan pendapatan nasional dan daerah; 7. Meningkatkan kesempatan kerja; 8. Melestarikan budaya; 9. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan sektor kepariwisataan menurut Spillane 199414 akan terkait dengan aspek social budaya, politik dan ekonomi yang diarahkan untuk meningakatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini sejalan dengan konsep pembangunan kepariwisataan nasional sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang no. 9 tahun 1990 disebutkan bahwa penyelenggaraan kepariwisataan ditujukan untuk meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka kesejahteraan dan kemakmuran rakyat melalui perluasan dan pemerataan kesempatan berusaha dan bekerja serta memdorong pembangunan infrastruktur daerah dalam rangka kemudahan untuk memperkenalkan dan mendayagunakan obyek dan daya tarik wisata. Disamping itu pembangunan kepariwisataan juga dimaksudkan untuk memupuk rasa cinta tanah air dan memparerat persahabatan umat manusia dalam negeri dan antar bangsa. F. Peranan Pendidikan Dalam Meningkatkan Kemampuan Sumber Daya Manusia Dalam Pengembangan Kawasan Wisata Manusia adalah unsur terpenting dalam keberhasilan suatu organisasi. Dikatakan Susanto 1997 bahwa asset organisasi terpenting dan harus diperhatikan oleh menejeman adalah manusia sumber daya manusia “human resources”. Hal ini bermuara pada kenyataan diman manusia merupakan elemen yang selalu ada dalam setiap organisasi. Manusia membuat tujuan-tujuan inovasi dan pencapaian tujuan organisasi. Manusia merupakan satu-satunya sumber daya yang dapat membuat sumber daya organinasi lainnya bekerja dan berdampak langsung terhadap kesejahteraan perusahaan. Dalam kaitan ini menurut Tjokrowinoto dkk. 2001 bahwa figur atau sosok sumberdaya manusia pada abad 21 adalah manusia-manusi yang memiliki kualifikasi sebagai berikut 36 1. Memiliki wawasan pengetahuan knowledge, ketrampilan skill, dan sikap atau perilaku attitude yang relevan dan mampu menunjang pencapaian sasaran dan bidang tugas dalam suatu organisasi. 2. Memiliki disiplin kerja, dedikasi dan loyalitas yang tinggi terhadap pekerjaan dan terhadap organisasi. 3. Memilki rasa tanggungjawab dan pengertian atau pemahaman yang mendalam terhadap tugas dan kewajibanya sebagai karyawan atau unsure manajemen organisasi. 4. Memiliki jiwa kemauan yang kuat untuk berprestasi produktif dan bersikap professional. 5. Memilki kemauan dan kemampuan untuk selalu mengembangkan potensi dan kemampuan diri pribadi demi kelancaran pelaksanaan tugas organisasi. 6. Memiliki kemampuan yang tinggi dalam bidang tehnik maupun manajemen dan kepemimpinan. 7. Memiliki keahlian dan ketrampilan yang tertinggi dalam bidang tugas dan memiliki kemampuan alih teknologi. 8. Memiliki jiwa kewirausahaan enterpreneurship yang tinggi dan konsisten 9. Memilki pola pikir dan pola tindak yang sesuai dengan visi, misi, dan budaya kerja organisasi. Pendidikan kepariwisataan merupakan salah satu kunci dalam mengembangkan potensi kepariwisataan kawasan wisata, karena bidang ini memerlukan tenaga kerja terampil yang secara terus menerus harus dikembangkan. Menurut Spillane James. J 1994”Salah satu masalah dalam mengembangkan pariwisata adalah tidak tersedianya fasilitas yang cukup untuk menunjang pendidikan pariwisata. Tenaga kerja yang cakap, terampil, memiliki skill tinggi dan pengabdian pada bidangnyaprofessional menjadi kebutuhan mutlak dalam bersaing di pasaran global. Produk industri pariwisata adalah “jasa”, oleh karena itu penekanannya harus pada segi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan wisatawan. Dalam industri pariwisata, kualitas pelayanan merupakan indikator utama yang menunjukkan tingkat professionalnya. Pengembangan pengetahuan tenaga kerja ditekankan pada 3 hal pokok Warsitaningsih, 2002 1. Pengembangan pengetahuan tentang tata cara pelayanan yang berkaitan dengan bervariasinya kegiatan pariwisata, misalnya pelayanan di hotel, berbeda dengan pelayanan di tempat rekreasi atau dalam perjalanan wisata. 2. Pengembangan pengetahuan tentang peralatan dan perlengkapan yang diperlukan dalam bidang pelayanan. 3. Pengembangan SDM yang berkaitan dengan pengembangan sikap, perilaku, sopan santun, dan sebagainya. Ketiga hal tersebut setiap saat selalu berubah dan mengarah pada kemajuan, sehingga ketiganya harus selalu ditingkatkan khususnya melalui pendidikan, yang juga akan mempengaruhi daya serap industri. Daya serap industri pariwisata adalah kemampuan industri pariwisata dalam menyerap dan menerima karyawan yang berasal dari lembaga pendidikan umum dan pendidikan kejuruan untuk bekerja dalam lingkup pekerjaan kepariwisataan. Kemampuan menyerap karyawan di indistri pariwisata dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut 1. Besar kecilnya industri, besar kecilnya industri pariwisata akan menentukan jumlah dan jenis pekerjaan yang membutuhkan karyawan, sehingga akan menentukan pula besarnya daya serap industri pariwisata tersebut. 2. Ketersediaan calon tenaga kerja, lembaga pendidikan umum maupun pendidikan kejuruan merupakan tempat penghasil tenga kerja, misalnya melalui lembaga-lembaga formal sekolah-sekolah pariwisata baik di tingkat menengah maupun di tingkat 37 perguruan tinggi dan non formalpelatiahan-pelatihan kepariwisataan, kursus-kursus, dan lain-lain. 3. Kesesuaian kemampuan calon tenaga kerja denga bidang pekerjaan, seleksi yang ketat merupakan ssalah satu cara untuk menyerap karyawan professional artinya memiliki kemampuan sesuai dengan bidang pekerjaan yang diperlukan serta dapat menentukan besarnya daya serap industri pariwisata tersebut. 4. Kondisi ekonomi, merupakan faktor utama yang menentukan besarnya daya serap suatu industri terhadap lulusan lembaga pendidikan. Situasi krisis ekonomi saat ini merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya daya serap industri pariwisata Dengan demikian dari keseluruhan dimensi yang ada, maka terlihat bahwa sumberdaya manusia bertumpu pada dua indikator penting yaitu tingkat pendidikan yang dimiliki oleh para karyawan dan tingkat keterampilan yang berkaitan dengan bidang kerja yang ditangani karyawan tersebut. G. Konsep dan Praktek Good Governance Makna pemerintahan governance yang baik atau bersih harus dipahami sebagai suatu mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan pemerintah negara dan pihak non pemerintah termasuk masyarakat warga yang sadar akan hak-hak demokratisnya dalam suatu kerja yang keras secara bersama tanpa ada satu pihak yang mendominasi pihak lain Stoker 1998; Ganie rohman 2000. Dengan demikian para pelaku pengelola sumber daya ekonomi dan sosial yang non pemerintah mempunyai wewenang untuk berpartisipasi secara penuh pengambilan keputusan baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan pembangunan, memanfaatkan, maupun dalam melakukan pengawasan, evaluasi, atau kontrol Uphoff dan Cohen 1979. Yang perlu diperhatikan ialah bahwa dalam kerja sama tersebut masing-masing pihak harus secara konsisten mematuhi aturan-aturan yang dibentuk dan disepakati bersama. Makna diatas membawa kita kepada tujuh persyaratan utama agar terjadi suatu "pemerintahan" yang bersih, menurut Mardiasmo 2004 1 Accountability Pertanggung jawaban; 2 Partisipasi; 3 Fairness keadilan dan "kebersihan"; 4 Transparancy keterbukaan; 5 Responsibility bertanggungjawab; 6 Otonomy kemandirian dan Freedom kebebasan; dan 7 Efisiensi dalam alokasi sumber daya. Menurut World Bank 2001 dalam Kuncoro, Mudrajad 2004 dampak dari lemahnya governance adalah 1. Kaum miskin tidak mendapatkan akses pelayanan publik yang dibutuhkan karena birokrasi yang korup. 2. Para investoe takut dan enggan menanam modal di Indonesia karena ketidak mampuan sistem peradilan untuik melaksanakan kontrak, meningkatnya kerusuhan, dan tingkat pelanggaran hukum dan keamanan yang tinggi. 3. Sumberdaya pemerintah yang langka banyak yang hilang karena sistem manajemen keuangan dan pengadaan barang yanga tidak transparan, manipulatif, dan banyak kebocoran. Salah satu kualitas sumber daya birokrasi yang dituntut oleh good governance adalah kualitas kewirausahaan yang dapat memjembatani antara Negara dan pasar. Kualitas kewirausahaan birokrasi diperlukan untuk mengintervensi pasar secara selektif untuk menjamin berfungsinya 38 pasar secara sehat. Menurut Tjokrowinoto dkk. 2001 Kompetensi yang perlu dimiliki oleh seorang birokrat berkaitan dengan hal tersebut mencakup 1. Sensitif dan responsif terhadap peluang dan tantangan baru yang timbul didalam pasar. 2. Tidak terpaku dalam kegiatan-kegiatan rutin yang terkait dengan fungsi instrumental birokrasi, akan tetapi harus mampu melakukan terobosan melalui pemikiran yang kreatif dan inovatif. 3. Mempunyai wawasan futuristik dan sistematik. 4. Mempunyai kemampuan untuk mengantisipasi, memperhitungakan dan meminimalkan resiko. 2. Jeli terhadap potensi dan sumber-sumber dan peluang baru. 3. Mempunyai kemampuan untuk mengkombinasikan sumber menjadi resource mix yang mempunyai produktivitas tinggi. 4. Mempunyai kemampuan untuk mengoptimalkan sumber yang tersedia, dengan menggeser sumber kegiatan yang berproduktivitas rendah menuju kegiatan yang berproduktivitas tinggi. Kompetensi birokrasi lain yang dituntut oleh good governance adalah kemampuan atau skill untuk mengerjaklan tugas-tugas pengelolaan di instansi masing-masing. Mengenai hal ini Adil Khan dan Meier dalam Hessel Nogi S. 2002 mengemukakan bahwa good governance merupakan cara mengatur pemerintahan yang memungkinkan layanan publiknya efisien, sistem pengadilanya bias dialdalkan dan administrasinya bertanggungjawab pada public. Dari definisi yang telah disebutkan tadi setidak-tidaknya ada 2 kompetensi yang harus dimiliki oleh birokrasi. Pertama, birokrasi haruslah mampu memberikan pelayanan publik dengan adil dan inklusif sebaik-baiknya. Hal ini menuntut kemampuan untuk memahami dan mengartikulasikan aspirasi dan kebutuhan masyarakat, dan merumuskannya dalam kebijakan dan perencanaan serta mengimplimentasikannya. Kedua, birokrasi harus mempunyai kompetensi untuk memberdayakan masyarakat sipil dengan menciptakan kemampuan social. Keseluruhan upaya tersebut diharapkan dapat mewujudkan kualitas manusia Indonesia khususnya aparatur pemerintah dalam manajemem pembanguanan yakni mereka yang memiliki tiga kualifikasi sebagai berikut Pertama, melekatnya sifat-sifat loyalitas dedikasi dan motivasi kerja dalam mengemban tugas-tugasnya. Kedua, dimilikinya keahlian dan kemampuan professional dan Ketiga, dilaksanakanya sikap-sikap mental yang berorientasi pada etos kerja yang tertip, jujur, bisiplin, produktif dan bekerja tanpa pamrih. H. Koordinasi dan Kerjasama Antar Stakeholder Dalam Pengembangan Kawasan Wisata Pengertian koordinasi menurut Stoner dalam Dann Sugandha, 1988 adalah proses penyatu paduan sasaran-sasaran dan kegiatan dari unit-unit yang terpisah untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien. Sedangkan Leonard dalam Sutarto, 1998 mendefinisikan koordinasi sebagai penyesuaian diri dari berbagai satuan organisasi dalam setiap kegiatan sehingga masing-masing bagian memberikan sumbangan yang optimal pada hasil secara keseluruhan. Kesimpulan dari pendapat dua ahli administrasi tersebut di atas adalah sebagai berikut 1. Suatu unit dalam organisasi tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa bantuan dari unit lainnya. 2. Untuk mencapai tujuan organisasi maka tiap unit berkewajiban mendukung pelaksanaan fungsi dari unit lainnya secara menyeluruh dan terpadu. 39 Konsep koordinasi didalamnya terkandung kebutuhan akan integrasi, komunikasi dan pelaksanaan tugas serta saling ketergantungan antar unit-unit organisasi. Hani Handoko 1995 mengemukakan tiga komponen dasar yang harus diperhatikan sebagai mekanisme dasar bagi pencapaian koordinasi yang efektif sebagai berikut 1. Hierarki manajerial yaitu rantai perintah, aliran informasi dan kerja, wewenang formal, hubungan tanggung jawab dan akuntabilitas yang jelas dapat menumbuhkan integrasi bila dirumuskan secara jelas serta dilaksanakan dengan pengarahan yang tepat. 2. Aturan dan prosedur yaitu keputusan-keputusan manajerial yang dibuat untuk menangani kejadian-kejadian rutin, sehingga dapat menjadi peralatan yang efisien untuk koordinasi dan pengawasan rutin. 3. Rencana dan penetapan tujuan yaitu sebagai alat koordinasi dengan cara pengarahan kepada seluruh unit organisasi yang ada. Dengan demikian dapat diperoleh manfaat dari pelaksanaan koordinasi secara terpadu dan sistematis Sutarto, 1998 adalah sebagai berikut 1. Menghindari pendapat atau perasaan penting dari salah satu unit organisasi. 2. Menghindari perasaan saling lepas antar organisasi. 3. Menghindari pertentangan antar pejabat atau antar unit organisasi yang ada. 4. Menghindari perebutan fasilitas yang dimiliki oleh organisasi. 5. Menghindari terjadinya saling tunggu antar unit organisasi. 6. Menghindari kekembaran pengerjaan terhadap suatu kegiatan organisasi, sekaligus kekosongan pengerjaan. 7. Terjadinya kesatuan langkah, tindakan, sikap an saling membantu antar pejabat atau unit organisasi yang ada. Dari pendapat para ahli organisasi dan manajemen tersebut di atas dapat diambil kesimpulan mengenai beberapa aspek penting dari konsep penerapan koordinasi sebagai berikut 1. Terdapat unit-unit organisasi maupun individu yang mempunyai fungsi yang berbeda dalam rangka penyelenggaraan organisasi secara keseluruhan. 2. Terdapat bermacam sumberdaya antara lain, tenaga kerja, keterampilan dan pengetahuan anggota teknologi, anggaran serta fasilitas kerja lainnya yang berperan terhadap keberhasilan organisasi. 3. Ada serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh individu maupun unit organisasi yang ada. 4. Ada kesatu-paduan diantara seluruh kegiatan baik pada level individu maupun pada unit organisasi. 5. Ada keserasian karena kegiatan itu dilakukan menurut sistematika, waktu pengerjaan dan menghindari kekosongan serta duplikasi kegiatan organisasi. 6. Terdapat arah yang sama dari keseluruhan unit organisasi untuk sama-sama bergerak pada sasaran atau tujuan yang sama. 7. Dengan adanya koordinasi yang baik antara lembaga-lembaga pemerintah, stakeholder terkait dan masyarakat, diharapkan dapat terjalin jerjasama yang erat untuk mencapai tujuan yang diharapkan. I. Kesimpulan dan rekomendasi Pengembangan kawasan wisata di Indonesia muncul sebagai industri baru yang diharapkan dapat mendongkrak pendapatan nasional maupun daerah, sehingga pemerintah berupaya keras untuk mengembangkan sektor ini dalam rangka untuk mensejahterakan rakyat. Oleh karena itu pengelolaan, pengembangan, dan pembiayaan kawasan wisata memerlukan daya dukung dari banyak stakes holder public, private, dan society sehingga prosesnya bisa berjalan dengan lancar. Namun demikian keberhasilan pengembangan kawasan ini juga sangat dipengaruhi oleh kondisi stabilitas keamanan dan politik, daya dukung sumberdaya 40 manusia yang memiliki keahlian yang sesuai baik segi kualitas maupun kuantitasnya, adanya anggaran yang digunakan untuk mengembangkan sarana dan prasarana kawasan wisata, kebijakan hukum yang memberikan kemudahan, keamanan, transparansi dan kenyamanan bagi para investor maupun wisatawan dalam menanamkan modal dan menikmati kawasan wisata, serta sosialisasi dan promosi atas pengembangan dan pemanfaatan kawasan wisata. Berdasarkan hasil identifikasi dan analisis terhadap permasalahan-permasalahan yang diuraikan diatas, kami dapat merekomendasikan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan kawasan wisata, sebagai berikut 1. Percepatan pemulihan stabilitas politik dan keamanan dalam negeri sehingga diharapkan dapat menghapus stigma keberadaan teroris di Indonesia. Hal ini akan berpengaruh terhadap menguatnya tingkat kepercayaan kepariwisataan di Indonesia. Dengan demikian diharapkan akan meningkatkan daya tarik bagi para wisatawan maupun para investor lokal maupun mancanegara untujk berkunjung atau menanamkan modalnya dalam sektor pariwisata di Indonesia. 2. Sektor pariwisata merupakan sektor tersier dimana preferensi wisatawan sangat ditentukan oleh tingkat kenyamanan, maka dukungan sarana dan prasarana untuk meningkatkan aksesibilitas ke lokasi obyek wisata mutlak dibutuhkan. Pengembangan jaringan transportasi nasional, wilayah, dan lokal untuk mendukung pengembangan pariwisata terutama terkait dengan arahan pengembangan jaringan transportasi darat, laut, dan udara, termasuk juga arahan pengembangan alokasi bandara dan pelabuhan. 3. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia sebagai pelaku kebijakan dalam bidang kepariwisataan melalui jenjang pendidikan yang bersifat formal maupun non formal. Sehubungan dengan hal tersebut, maka system dan mekanisme pendidikan dan latihan diklat perlu di desain secara baik, sehingga dapat menjawab tantangan kebutuhan di masa yang akan datang, khususnya tuntutan menciptakan aparatur yang memiliki keunggulan kompetitif, bersih dan berwibawa, handal serta efektif dan efisien. 4. Mengembangkan kemitraan dengan lembaga pendanaan bank maupun non-bank baik lembaga pemerintah maupun swasta untuk menciptakan investasi baru dalam rangka mengembangkan daerah tujuan wisata. 5. Untuk mencapai keberhasilan pengembangan kegiatan pariwisata, harus dilakukan secara koordinatif dan terpadu antar semua pihak yang terkait sehingga terwujud keterpaduan lintas sektoral dan menghindari terjadinya konflik antar sektor. Peningkatan keterkaitan fungsi pengembangan kegiatan pariwisata yang baik dengan sektor lainnya untuk memberikan nilai efisiensi yang tinggi dan percepatan pertumbuhan ekonomi wilayah. Pengembangan pariwisata harus dikaitkan dengan pengembangan ekonomi nasional, wilayah dan lokal. Pada tingkat nasional sektor pariwisata harus berperan sebagai prime mover dan secara interaktif terkait dengan pengembangan sektor-sektor lainnya. Pengembangan pariwisata harus diupayakan dapat melibatkan seluruh stakeholder. Dalam konteks ini peran masyarakat terlibat dimulai sektor hulu memberikan kegiatan produksi yang ekstraktif sampai dengan kegiatan hilir kegiatan produksi jasa. 6. Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengembangan pariwisata dan pelaksanaan pembangunan. Dalam menyelenggarakan kegiatan pariwisata harus melibatkan masyarakat setempat, sehingga manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. 7. Melaksanakan program-program promosi yang efektif secara berkesinambungan, untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisata baik wisatawan manca Negara maupun wisatawan nusantara. J. DAFTAR PUSTAKA 41 ..........2006. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Bandung. Fokus Media. ………...1999. Kurikulum SMK, Landasan, Program, dan Pengembangan. Jakarta. Depdikbud. ……….2007. Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Bandung Fokus Media. Djojonegoro, Wardiman. 1998. Pengembangan Sumbedaya Manusia melalui Sekolah Menengah Kejuruan SMK. Jakarta. Jayaklarta Agung Offset. Kuncoro, Mudrajad, 2004. Otonomi Daerah dan Pembangunan Daerah, Jakarta, Erlangga Mardiasmo. 2004. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta. Penerbit Andi. Marpaung, Happy, 2002. Pengantar Pariwisata. Bandung, Alfabeta Bandung. Spillane, James, Pariwisata Indonesia, Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan. Yogyakarta, Kanisius. dan Praktek Good Governance. Jakarta Com. 2007. Lingkungan Strategis dan Permasalahan Pembangunan Bidang Kesra. Jakartra. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Strategi dan Kebijakan Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata 42 ... NDONESIA merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan potensi alam, seni budaya, dan sumber daya yang melimpah [1]. Hal ini merupakan modal yang dimiliki Indonesia dalam hal peningkatan serta pengembangan pariwisata nasional; dengan pariwisata nasional yang berkembang, jumlah wisatawan domestik maupun mancanegara dapat ditingkatkan. ...... Hal ini sejalan dengan konsep kepariwisataan nasional sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang tahun 1990, disebutkan bahwa penyeenggaraan kepariwisataan ditujukan untuk meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka kesejahteraan dan kemakmuran rakyat melalui perluasan dan pemerataan kesempatan berusaha dan bekerja serta mendorong pembangunan infrastruktur daerah dalam rangka kemudahan untuk memperkenalkan obyek dan daya tarik wisata. Disamping itu pembangunan kepariwisataan juga dimaksudkan untuk memupuk rasa cinta tanah air dan mempererat persahabatan umat manusia dalam negeri dan antar bangsa Nandi, 2008. ...... Namun, masyarakat di Kabupaten Magelang masih banyak yang belum sadar akan pariwisata dan belum memiliki pandangan bahwa pariwisata dapat meningkatkan perekonomian mereka [3]. Oleh karena itu, peningkatan peran masyarakat setempat sebagai sumber daya manusia dalam pengembangan pariwisata harus dilibatkan agar mereka dapat merasakan manfaatnya secara langsung [8]. ...Ugi Setyaningsih NawaningrumHanung Eka AtmajaAbstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui serta menerangkan terkait peran dari sumber daya manusia pada pengembangan pariwisata di Kabupaten Magelang. Metode analisis deskriptif kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Dan metode pengumpulan data yang dilakukan yakni melalui observasi, analisis dokumen, hasil wawancara dan studi pustaka sebagai instrument pengumpulan data. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pariwisata di Indonesia mempunyai peran yang besar sebagai pengerak ekonomi. Masyarakat dikawasan pariwisata merupakan sumber daya manusia yang mempunyai peranan penting untuk berkonstribusi dalam meningkatkan pariwisata didaerah tersebut. Peran sumber daya manusia dalam pengembangan pariwisata di Kabupaten Magelang merupakan aspek keberhasilan dalam melakukan pengembangan potensi wisata yang ada. Peran sumber daya manusia selaku penggerak industri pariwisata bisa diwujudkan melalui pendidikan kepariwisataan dan pelatihan ketrampilan pariwisata, yang akan meningkatkan pelayanan serta keprofesionalan SDM pariwisata. Sehingga akan meningkatkan jumlah pengunjung. Untuk masyarakat disekitar wilayah wisata akan merasakan manfaat dari pengembangan pariwisata didaerahnya yaitu sebagai sarana mata pencaharian yang dapat membantu mensejahterakan perekonomian masyarakat. Abstract This study aims to identify and explain the role of human resources in the development of tourism in Magelang Regency. The analysis in this study used a qualitative descriptive analysis. The data collection methods used were observation, document analysis, interviews and literature study as data collection instruments. Based on the results of the study, it can be concluded that tourism in Indonesia has a major role as an economic driver. The community of tourists is a human resource that has an important role to contribute in increasing tourism in the area. The role of human resources in the development of tourism in Magelang Regency is an aspect of success in developing existing tourism potential. The role of human resources as the driving force for the tourism industry can be realized through tourism education and tourism skills training, which will improve the service and professionalism of tourism human resources. So that it will increase the number of visitors who visit. The community around the tourist area will benefit from the development of tourism in their area, namely as a means of livelihood that can help prosper the economy of the community.... Tjokrowinoto, dkk dalam Nandi, 2008 3. Mempunyai tanggung jawab dan pemahaman terhadap tugas dan kewajibannya sebagai karyawan atau unsur manajemen organisasi. Dengan adanya rasa tanggung jawab pada individu yang bekerja, maka program-program yang telah dibuat dapat terwujud, serta tujuan utama untuk memajukan wilayah tersebut dapat menjadi kenyataan. ...Desa wisata merupakan program unggulan kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kemenparekraf. Desa Wisata adalah komunitas atau masyarakat yang terdiri dari para penduduk suatu wilayah terbatas yang bisa saling berinteraksi secara langsung dibawah sebuah pengelolaan dan memiliki kepedulian serta kesadaran untuk berperan bersama sesuai keterampilan dan kemampuan masing-masing memberdayakan potensi secara kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya kepariwisataan seria terwujudnya Sapta Pesona sehingga tercapai peningkatan pembangunan daerah melalui kepariwisataan dan memanfaatkannya bagi kesejahteraan masyarakat di wilavah itu. Desa Wisata merupakan kelompok swadaya dan swakarsa masyarakat yang dalam aktivitas sosialnya berupaya untuk meningkatkan pemahaman kepariwisataan, mewadahi peran dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan di wilayahnya, untuk meningkatkan nilai kepariwisataan serta memberdayakannya bagi kesejahteraan masyarakat, keikutsertaan dalam mengsukseskan pembangunan Kepariwisataan Pengembangan desa wisata memerlukan usaha - usaha yang baik dan maksimal agar memperoleh hasil yang baik pula. Tentu usaha yang dikembangkan adalah usaha yang berakar kepada potensi yang dimiliki setiap desa. Bagi desa-desa yang mempunyai potensi yang besar dalam bidang pariwisata bisa mengembangkan desa wisata. Pengembangan desa wisata memiliki banyak dampak positif. Salah satunya adalah memperkenalkan kearifan atau ciri khas dari desa itu sendiri pada wisatawan. Pengembangan desa wisata di apabila dikelola dengan baik akan menghasilkan dampak yang baik bagi masyarakat di daerah itu sendiri seperti meningkatnya perekonomian masyarakat serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa itu. Meskipun begitu, pengembangan desa wisata membutuhkan lingkungan yang baik, namun bilamana dalam pengembangannya tidak memperhatikan daya dukung lingkungan dan kerentanan lingkungan terhadap jumlah wisatawan akan menimbulkan dampak negatif.... 174 keanekaragaman flora dan fauna, peninggalan zaman dahulu, peninggalan sejarah, serta seni dan budaya yang semuanya itu merupakan sumber daya dan modal yang besar artinya bagi usaha pengembangan dan peningkatan kepariwisataan. Modal tersebut harus dimanfaatkan secara optimal melalui penyelenggaraan kepariwisataan yang secara umum bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat Nandi, 2008. ...Rifqi Nur AmaliThe research was implemented in Taman Wisata Alam Angke Kapuk, North Jakarta on February - March 2016. The purpose of this research were to know and analyze 1 profile of Taman Wisata Alam Angke Kapuk, 2 the existing internal and external factors of Taman Wisata Alam Angke Kapuk, 3 the proper development strategy and management based on the analysis of SWOT. Research methodology utilized in this study include; descriptive research design, quantitative and qualitative type of data, primary and secondary source of data, incidental sampling technique, data collection using an observation, interview, questionnaire completion and documentation, and likert scale to measure the degree of visitors statement and opinion. Data analysis using SWOT and decision making using grand strategy matrix. The results revealed that the coordinate is at which also means that it lies at Quadrant I. The findings showed that the suitable development strategy for Taman Wisata Alam Angke Kapuk of the current condition is the aggressive strategy or SO strategy by making use all of strenghts to reach all possible opportunities.... The Kanume people have a high interaction relationship with natural resources. They have their own customary rules to regulate protection and utilization patterns in using forest resources that have been passed down from generation to generation from their ancestors [26] . The culture of the Kanume tribe explains that the clans in the Kanume people who inhabit the Wasur National Park area believe that humans are an integral part of nature so that nature becomes a unity that cannot be separated from human life and the community has a culture that protects the nature around them with a belief that has been going on for generations. ...The focus of this research lies in community empowerment based on culture and local communities as well as sustainable ecotourism, which is directed at a complicated mechanism of empowerment elements, local culture that is thick in ecotourism to get added value for the novelty of ecotourism research. The object of research is Wasur National Park WNP, Papua, Indonesia. Qualitative methods have been used to obtain accurate data and information, in-depth interviews with indigenous people to find out the benefits or functions of their culture that can be developed in ecotourism, interviews with leaders and staff of WNP and the Department of Culture and Tourism to find out the potential and processes empowerment and existing tourism potential. As a result, from the perspective of empowerment, local people will easily follow the empowerment process provided that they use methods that are culturally appropriate which is from the viewpoints from the culture of sasi, totem and sacred places. The culture adopted by the community is in accordance with the principles of ecotourism that supports sustainability, environmental conservation, protection of environmental resources and increases economic value. However, it is recommended to carry out modified socialization in accordance with the current conditions. Hence, tourists who visit WNP do not become afraid of the very rigid sanctions which are applied to them who violate the existing cultural and environmental customs. Moreover, to get added economic value in the tourism business within WNP, it is necessary to explore the potential of cultural wealth, natural and biological wealth so that it becomes the main attraction in carrying out the economic empowerment of local communities in the field of ecotourism.... Indonesia is the largest archipelago in the world, making tourism its most efficient sector to boost foreign exchange Nandi, 2016. Besides, Indonesia is already equipped with the availability of resources needed for tourism development such as human resources HR, geographical location with a variety of natural resources, diversity of ethnicities and cultures as well as culinary delights. ...The existence of tourist objects and attractions is the most important component in a tourism activity. Likewise with the existence of tourist attractions in Bedengan, Malang, Indonesia, the number of existing visits has fluctuated. This is because there are several interesting factors encouraging tourists to visit Bedengan such as, its location which is close to several campuses, its large area which makes it suitable to set up a camp, landmass that can be used for outdoor, a very serene view with a narrow river and clean and fresh water from a waterfall, and its cheap price for the entrance ticket which is only Rp 5,000. This study discusses the image of Bedengan as tourist destination and its influence on tourist interest in travelling, through promotion as a mediating variable. Four hypotheses were developed in order to answer the objective of the study. The population in this study were tourists who visited Malang Bedengan Nature Tourism, with a sample of 100 respondents. The analysis technique used is multiple linear regression with two models. The tested hypotheses are concluded as 1 There is a positive and significant effect of destination image on tourist interest in travelling, 2 There is a positive and significant influence of promotion on tourist interest in travelling, 3 There is a positive and significant influence of destination image on promotion, and 4 There is a positive and significant effect of destination image on tourist interest in travelling through promotion. The findings of the study can assist the stakeholders to use promotional tools to market the image of Bedengan as tourist UmasugiPariwisata menjadi sektor yang dipilih oleh pemerintah daerah untuk mendorong percepatan pembangunan suatu kawasan dengan mengharapkan terjadinya pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Namun masalah mendasar yang dihadapi oleh pemerintah daerah yaitu kekurangan sumber daya manusia dalam mengelola layanan pariwisata. Maka tujuan penelitian ini untuk menganalisis pemetaan kebutuhan sumber daya manusia dalam mengelola kawasan Ekowisata Nusliko di Kabupaten Halmahera Tengah. Dengan menggunakan pendekatan analisis deskriptif maka data primer dan sekunder yang diperoleh dari pengambilan data selanjutnya dianlisis untuk mengambarkan kebutuhan sumber daya manusia dalam mengelola Nusliko Park. Hasil penelitian ini menemukan bahwa kawasan Nusliko Park yang dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah belum dikelola secara profesional. Karena mengalami kekurangan tenaga kerja dalam melayani wisatawan, sehingga sering ditutup dan kondisi sebagian sarana-prasarana telah rusak. Maka dari itu kebutuhan sumber daya manusia yang harus disiapkan Dinas Pariwisata dan Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia yakni 1 Manajer Obyek Wisata; 2 Asisten Manajer Obyek Wisata; 3 Karyawan Administrasi, 4 Teknisi, 5 Pemandu Obyek Wisata; 6 Penjaga Keamanan; 7 Petugas Kesehatan, dan 8 Petugas Kebersihan. Sehingga dapat mendukung pengelolaan Kawasan Ferdy Firmansyah Fatimah Zahra NasutionTourism development is inseparable from supporting public policies where the quality of public management is one of the supporting factors for tourism development in a certain area. Meanwhile, tourism activities contribute and support revenues for local and central governments through taxes and the economic benefits they generate. This study aims to evaluate the effectiveness of public management in tourism by raising a case study in the East Priangan region, West Java Province, namely the City of Tasikmalaya, Tasikmalaya District and Ciamis District. This research uses quantitative methods with a tourism consumer survey approach and a survey of renewable concepts to be applied by public policy stakeholders in tourism development in the East Priangan region. The result, survey A got a score of or at grade "D" unsatisfactory and survey B got a score of or at grade "A" very satisfying. Thus, this study recommends a renewable approach in seeing the potential for regional development to formulate various public policies that support regional economic growth. Pembangunan pariwisata tidak terlepas dari kebijakan publik yang mendukungnya dimana kualitas manajemen publik menjadi salah satu faktor pendukung pembangunan pariwisata dalam suatu wilayah tertentu. Sementara itu, kegiatan pariwisata memberikan kontribusi dan dukungan pemasukan bagi pemerintah daerah dan pusat melalui pajak dan manfaat ekonomi yang dihasilkannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas manajemen publik bidang pariwisata dengan mengangkat studi kasus pada Wilayah Priangan Timur, Provinsi Jawa Barat yakni Kota Tasikmalaya, Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan survei konsumen pariwisata dan survei konsep terbarukan untuk diterapkan oleh pemangku kebijakan publik dalam pembangunan pariwisata di Wilayah Priangan Timur. Hasilnya, survei A mendapatkan skor 27,56988 atau pada grade “D” tidak memuaskan dan survei B mendapatkan skor 83,4125 atau pada grade “A” sangat memuaskan. Dengan demikian, penelitian ini merekomendasikan sebuah pendekatan terbarukan dalam melihat potensi pembangunan daerah untuk merumuskan berbagai kebijakan publik yang mendukung pertumbuhan ekonomi daerah. Asep Syaiful BahriFitri AbdilahThe development of tourism sector in Labuan Bajo is expected to improve the welfare of the local community. The purpose of this research is to see the potential of human resources in the tourism sector, as well as to find out the opportunities and challenges of human resources for tourism midwives in Labuan Bajo. This study was designed with a qualitative descriptive approach to describe the various data obtained. Primary data is a factual approach to support secondary data that has been obtained earlier. The results of the study indicate that the development of labor absorption and the availability of labor is still a gap that must be considered to make Labuan Bajo a premium destination. The development of infrastructure and the tourism industry has not been matched by the development of human resources in Labuan Bajo. The findings of this study indicate that the problem of human resources in Labuan Bajo is not only about availability, but also about insufficient qualifications. For this reason, increasing the quality and quantity of labor availability needs to be accelerated by providing educational institutions and skills that are in accordance with destination Sumbedaya Manusia melalui Sekolah Menengah Kejuruan SMKWardiman DjojonegoroDjojonegoro, Wardiman. 1998. Pengembangan Sumbedaya Manusia melalui Sekolah Menengah Kejuruan SMK. Jakarta. Jayaklarta Agung Daerah dan Pembangunan Daerah, Jakarta, Erlangga MardiasmoMudrajad KuncoroKuncoro, Mudrajad, 2004. Otonomi Daerah dan Pembangunan Daerah, Jakarta, Erlangga Mardiasmo. 2004. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta. Penerbit MarpaungMarpaung, Happy, 2002. Pengantar Pariwisata. Bandung, Alfabeta Strategis dan Permasalahan Pembangunan Bidang Kesra. Jakartra. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. SpillaneJ S J Pariwisata IndonesiaSpillane, James, Pariwisata Indonesia, Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan. Yogyakarta, Kanisius. dan Praktek Good Governance. Jakarta Com. 2007. Lingkungan Strategis dan Permasalahan Pembangunan Bidang Kesra. Jakartra. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Strategi dan Kebijakan Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata
21. PERSENTASE JALAN YANG TERKAIT DENGAN PARIWISATA YANG TERPELIHARA DALAM KONDISI MANTAP DENGAN IRI < 6 (PERSENTASE) a) Cakupan seluruh sub project yang dilaksanakan berdasarkan ITMP di tiga Destinasi Wisata Prioritas baik yang bersumber dari Loan, APBN maupun APBD I/II, sejak tahun anggaran 2018 sampai dengan 2023 b) Cara
- Di tengah himpitan pandemi, semua negara saat ini mengalami krisis hampir di semua sektor, salah satu yang paling terdampak adalah sektor pariwisata. Pengajar Pariwisata Departemen Ilmu Hubungan Internasional FISIPOL UGM, Usmar Salam mengatakan saat ini kondisi pariwisata di semua negara kembali ke nol. Oleh karena itu, Usmar menganggap dari situasi ini negara-negara memiliki kesempatan yang hampir sama untuk berkompetisi dalam kancah pariwisata. Menurutnya, ada dua jalur yang diambil oleh hampir semua negara di dunia untuk membangkitkan kembali pariwisata. Yakni, membunuh Covid-19 dengan cara mematuhi protokol kesehatan dan kemudian membenahi keadaan. “Strategi yang harus kita lakukan, hampir semua negara ada dua jalur, pertama membunuh Covid-19 dengan mematuhi protokol kesehatan, kedua membenahi. Yang dilakukan Thailand sangat bagus sekali. Kalau mau memulai dari wisatawan domestik, kembangkan destinasi yang terdekat, kembangkan Batam misalnya. Banyak hal yang bisa dilakukan dan kita lihat bersama-sama,” urainya. Hal itu disampaikan Usmar dalam Webinar Nasional Lesson Learned/Strategi Negara-Negara ASEAN dalam Memulihkan Industri Pariwisata Akibat Covid-19 dan Respon Global’ yang diselenggarakan Laboratorium Organisasi Internasional UPN “Veteran” Yogyakarta UPNVY hari ini Kamis, 15/10/2020. Usmar juga menerangkan ada empat hal yang menjadi indikator kesuksesan pariwisata. Pertama, apabila bisa menarik wisatawan asing sebanyak mungkin. “Jadi tingkat keberhasilan itu selalu dibuat dan dihitung. Setiap tahun ada laporan siapa yang juara, sekarang ini yang juara adalah pertama Prancis, kedua Spanyol, dan tetangga kita Thailand itu masuk sepuluh besar,” ungkapnya. Kedua, lanjutnya, seberapa besar wisatawan berbelanja. “Jadi saya selalu berkata kepada teman-teman di Dinas Pariwisata dan Kementerian Pariwisata, kita lebih baik menarik 1 wisatawan Jepang dari pada 5 wisatawan Cina. Mengapa? Karena belanjanya wisatawan Jepang sangat besar,” tuturnya. Ketiga, ialah seberapa lama wisatawan tersebut tinggal di negara yang menjadi destinasi. “Thailand sudah lebih tinggi dari Indonesia,” ucapnya. Terakhir, yaitu sejauh mana wisatawan itu bisa mempromosikan kembali destinasi yang pernah dikunjungi. uti Baca juga Selain Soto dan Nasi Uduk, 5 Kuliner Khas Betawi Ini juga Nikmat Disantap saat Sarapan Baca juga Segitiga Bermuda dan 24 Temuan Lain di Dunia yang Tak Bisa Dijelaskan Ilmuwan Baca juga Pecahkan Rekor, Kerangka T-Rex Ini Laku Seharga Rp 469 miliar dalam Acara Lelang
Dampaknegatif pariwisata atas lingkungan fisik ada yang dapat diperbaiki, namun pada umumnya sudah tidak dapat diperbaiki lagi dan bila itu menyangkut potensi alam yang justru menjadi daya tarik wisata, dapat dikatakan bahwa pariwisata telah “membunuh” dirinya sendiri karena kualitas daya tarik wisata menurun justru diakibatkan oleh
ArticlePDF AvailableAbstract and FiguresThis article aims to discuss the current research trends on the tourism destination competitiveness. This research is sistemic literature review by using Publish or Perish software for data mining and VOSviewer for data analysis and visualization. The results indicate 4 research cluster themes on tourism destination competitiveness and 5 research clusters related to tourism destination competitiveness. The main cited articles on tourism destination competitiveness for period of 2005-2020 are Larry Dwyer, Chulwo Kim, Tanja Mihalic, Tanja Amenski, Vanja Dragineva, and Ugljesa Stankov. Based on the research findings, we state that the research gaps in the tourism destination competitiveness are still wide open, particularly in Indonesia. Content may be subject to copyright. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Article Corresponding Author Name Khaeril Khaeril Email pettalla14 Daya Saing Tujuan Wisata Kajian Pustaka Sistematis Indonesian Journal of Tourism and Leisure, 2020 Vol. 01 2, 103-117 © The Journal, 2020 DOI Journal Article History Received October 13th, 2020 Revised December 27th, 2020 Accepted December 29th, 2020 Khaeril Khaeril STIEM Rutu Nusa, Ambon, Maluku, Indonesia & Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia Email pettalla14 Mahlia Muis Univeritas Hasanuddin, Makasar, Sulawesi Selatan, Indonesia Email mahliamusi Jusni Universitas Hasanuddin, Makasar, Sulawesi Selatan, Indonesia Email jusni_mju Madris Universitas Hasanuddin, Makasar, Sulawesi Selatan, Indonesia Email madriskandar ABSTRACT This article aims to discuss the current research trends on the tourism destination competitiveness. This research is sistemic literature review by using Publish or Perish software for data mining and VOSviewer for data analysis and visualization. The results indicate 4 research cluster themes on tourism destination competitiveness and 5 research clusters related to tourism destination competitiveness. The main cited articles on tourism destination competitiveness for period of 2005-2020 are Larry Dwyer, Chulwo Kim, Tanja Mihalic, Tanja Amenski, Vanja Dragineva, and Ugljesa Stankov. Based on the research findings, we state that the research gaps in the tourism destination competitiveness are still wide open, particularly in Indonesia. Keywords Tourism; Tourism Destination Competitiveness; Literure Review, Bibliometric ABSTRAK Artikal ini bertujuan untuk membahas trend terkini penelitian tentang daya saing destinasi wisata. Penelitian ini merupakan literature review dengan menggunakan software Publish or Perish untuk penggalian data dan VOSviewer untuk analisis dan visualisasi data. Temuan penelitian menunjukkan 4 tema kluster penelitian tentang daya saing destinasi wisata dan 5 kluster penelitian yang berkaitan dengan daya saing destinasi wisata. Artikel yang menjadi rujukan utama dalam penelitian daya saing destinasi wisata dalam kurun waktu 2005-2020 adalah Larry Dwyer, Chulwo Kim, Tanja Mihalic, Tanja Amenski, Vanja Dragineva, dan Ugljesa Stankov. Berdasarkan temuan penelitian, kami menyimpulkan bahwa celah penelitian daya saing destinasi wisata masih terbuka lebar, terutama di Indonesia. Keywords Pariwisata; Daya Saing destinasi Wisata; Literature Review; Bibliometrik 104 Khaeril, Mahlia Muis, Jusni dan Matris Copyright © 2020, Indonesian Journal of Tourism and Leisure 1. Pendahuluan Daya saing merupakan sebuah tema yang mengukur kemampuan atau keunggulan suatu perusahaan, daerah, bahkan produk dalam pasar tertentu. Daya saing dirumuskan dan diperjuangkan, dikembangkan secara berkelanjutan oleh suatu perusahaan atau perusahaan daerah agar dapat memenangkan persaingan dalam pasar. Di sektor wisata, daya saing tidak bisa dilepaskan dari beberapa konsep dasar yang harus diperhatikan di dalamnya. Aspek tersebut antara lain access akses, accommodation akomodasi, attraction atraksi, activity aktivitas, amenity amenitas, dan ancillary services layanan fasilitas yang biasa dikenal dengan 6 A dalam Wisata Evans et al., 2019. Selain itu, juga terdapat empat elemen penting dalam pariwisata, yaitu people orang, atau wisatawan , money pengeluaran/belanja, penerimaan, time waktu tinggal dan durasi perjalanan wisatawan, dan space jarak dan seberapa jauh wisatawan melakukan perjalanan. Daya saing destinasi wisata Tourism Destination Competitivness/TDC telah dipelajari lebih dari 20 tahun. Dalam mengevaluasi daya saing destinasi wisata ada dua hal yang penting untuk diselesaikan atau dipecahkan oleh para peneliti yaitu, menyediakan model evaluasi dan memilih metode untuk mengevaluasi. Selain itu, terdapat tiga aspek yang umum dalam menyusun/mengembangkan model daya saing destinasi wisata. Pertama berfokus pada destination image atau tingkat daya tarik atraksi Zatori & Beardsley, 2017. Kedua, menggunakan kerangka kerja dari “Diamond Of National Competitiveness“ yang dipopulerkan oleh Porter, sebagaimana dikutip oleh Estevão & Ferreira 2009. Cristina Estevao pada dasarnya mengajukan model dengan empat determinant yang menentukan daya saing sebuah bangsa yaitu factor condition, demand condition, related and suppoted industries, dan firm strategy, structur and rivalry. Ketiga, menggabungkan keduanya seperti yang dilakukan oleh Blain, Levy & Ritchie 2005. Model mereka yang banyak digunakan dan menginspirasi peneliti yang lain untuk semakin mengeksplore tentang tema daya saing destinasi wisata. Penelitian tentang daya saing destinasi wisata telah menjadi sesuatu yang menarik sekaligus rumit karena dalam tema ini banyak melibatkan stakeholder dan banyak sekali variabel yang terkait di dalamnya. Setidaknya, terdapat tiga masalah yang menjadi penting dan sebab yang saling terkoneksi dalam daya saing destinasi wisata. Pertama, konsepnya sangat kompleks, banyak persfektif yang digunakan untuk mengkaji topik ini misalnya pendekatan atraksi, pendekatan harga, holistic Multi-layered, pendekatan branding dan image, marketing dan management. Kedua, lingkungan yang beragam dan melibatkan banyak stakeholder, akhirmya menyebabkan tidak adanya konsensus defenisi daya saing. Ketiga, karena tidak adanya defenisi daya saing yang di terima secara luas dan jelas Novais, Ruhanen, & Arcodia, 2018. Destinasi wisata sangat penting untuk diteliti, dibangun, atau menjaga reputasi yang kuat serta berusaha dengan langkah-langkah strategis untuk membangun reputasi, dengan mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut open up potencial controversial question of destination autenthenticity membuka pertanyaan kontrovesioal tentang keautentikan destinasi, Brand Narratives narasi branding, Leadership and autorshiop performatively kepemimpinan dan kinerja kepemilikan, story telling kekuatan cerita pengunjung dan aesthetics estetika Morgan, Pritchard, & Pride, 2011. Dengan demikian, dstinasi wisata harus membangun kompetensi, yaitu kemampuan untuk menyediakan produk-produk dan jasa secara keseluruhan yang diharapkan sebagai jalan untuk semua elemen terlibat dan pariwisata. Daya saing destinasi wisata merepsentasikan kemampuan satu negara untuk menciptakan lebih banyak nilai, meningkatkan pendapatan nasional melalui aset, proses dan kedekatan managemen dalam sebuah model kehidupan sosial dan ekonomi, dan hal ini diperlukan persiapan yang yang matang dan futuristik untuk generasi yang mendatang. Croes dan Kubickova membangun indikator kinerja sebuah negara dalam mengelola destinasi antara lain tingkat kunjungan wisatawan, pemintaan wisatawan, ukuran industri dan ekonomi pariwisata, tambahan Indonesian Journal of Tourism and Leisure, 01 2, 2020 105 Copyright © 2020, Indonesian Journal of Tourisme and Leisure nilai pariwisata pada GDP daerah/negara dan standar kualitas hidup yang berlaku dalam sebuah negara Croes, 2011. Pemerintah sebagai fasilitator, regulator dalam ekonomi pasar dan sebuah negara dengan kemampuannya dalam mengeksekusi anggaran dan kebijakan harus mengarahkan belanja negara yang kuat untuk mendukung terciptanya daya saing sebuah destinasi Firdaus & Tutri, 2017 karena dengan membangun daya saing periwisata pada dasarnya akan berdampak pada beberapa hal yaitu peciptaan lapangan kerja yang besar, pariwisata akan berkontribusi pada pendapatan negara, meningkatkan kualitas hidup penduduk lokal, tingkat kualitas infrastruktur dasar dan startegi sebuah daerah wisata, agar bisa bersaing dengan destinasi lain yang ada berbagai dunia. Membangun daya saing destinasi wisata harus dilakukan secara terus menerus dengan menunjukkan kinerja yang baik dengan pesaing lainnya Croes, 2011. Daya saing tujuan wisata harus terus dievaluasi berdasarkan pada kinerja dan effisiensi, sehingga kebutuhan akan pengukuran kinerja pariwisata menuntut agar tersedia payung hukum atau kebijakan pariwisata yang diperuntukan demi pencapaian indikator pencapain strategis di masa depan Assaf & Josiassen, 2012. Daya saing destinasi wisata fokus pada faktor-faktor utama yang menyebabkan sebuah destinasi wisata bisa berdaya saing dan faktor- faktor yang mendukung pariwisata dan managemen destinasi. Mazanec et al. 2007 berpendapat bahwa untuk mengukur kinerja pariwisata sebagai konstruk yang laten, dimana di dalamnya direpsentasikan dengan 3 variabel yaitu market share yang di dasarkan pada kedatangan internasional market share base on Internasional Arrivals, pertumbuhan pariwisata dan Ivanova et al., 2018 distance-weighted market share. Artikel ini bertujuan untuk menemukan pertama, gap dan tema-tema baru dalam kontek daya saing destinasi wisata. Kedua, menemukan model- model dominan yang telah diciptakan oleh para peneliti sebelumnya dalam tema daya saing destinasi wisata. Ketiga, menemukan penulis mana yang dominant berkontribusi dalam penelitian daya saing destinasi wisata.. 2. Telaah Literatur Daya saing destinasi wisata atau destination competitiveness didefensikan sebagai the total tourism contribution to GDP per Tourism employee Cvelbar, Dwyer, Koman, & Mihalic, 2016. Ritchie & Crouch mengungkapkan international competitiveness of a tourism destionation could be define as Its ability to attract nonresident touris de la Peña, Núñez-Serrano, Turrión, & Velázquez, 2019. Selain itu Ritchie & Ritchie 1998 mendefenisikan destination competitiveness sebagai the ability to increase tourism expenditure, to increasingly attract visitors while providing them with satisfying, memorable experiences, and to do so in a profitable way, while enhacing the well-being of destination residents and preserving the antural capital of destination for future generation. Menurut Ricthie dan Crouch yang dikutip oleh de la Peña et al. 2019 aspek determinant daya saing destinasi wisata adalah 1. Faktor pendukung dan sumber daya, 2. Sumber daya dan daya tarik utama, 3. Tata kelola destinasi, 4. Kebijakan, perencanaan dan pengembangan destinasi, dan 5. Determinasi kualifikasi dan penguatan. De la Peña et al. 2017 juga menawarkan dua indikator utama dalam mengukur kompetisi wisata internasional, yaitu international tourist arrivals ITAS dan International tourism receipts ITRS. Dupeyras & Maccallum, 2013 mendefenisikan daya saing destinasi wisata sebagai the ability of the place to optimize its attractiveness for residents and noon-residents, to delivery quality, innovative and attractiveness good value for money tourism services to consumer and to gain market shares on demestic and global market places, while ensuring that the available resources supporting tourism are used efficiently and in sustainable way. Croes, 2011 mengukur daya saing tujuan wisata untuk pulau kecil menggunakan WTTCC indeks di Caribbrean dengan menggunakan delapan indikator antara lain price, human tourism, infrastructure enviroment, technology, human resources, openess, and social aspects. Du Plessis et al., 2017 menemukan bahwa faktor utama yang mempengaruhi destinasi wisata global di Afrika selatan antara lain safety and security, quality of service, value of money, geographical features and attitude toward tourism. 106 Khaeril, Mahlia Muis, Jusni dan Matris Copyright © 2020, Indonesian Journal of Tourism and Leisure Ada beberapa peneliti yang melakukan penelitian yang sifatnya Makro seperti Cossío-Silva, Revilla-Camacho, & Vega-Vázquez 2018 yang meneliti daya saing destinasi wisata di Portugal. Ia menemukan bahwa dengan karakterisktik negara yang berbeda dalam hal sumber daya alam, kekayaan budaya adalah faktor yang membantu sebuah wilayah menjadi lebih baik dan menarik bagi wisatawan. Selanjutnya Silva dan Pinto juga menemukan bahwa ada artikulasi dan perbedaan agen-agen ekonomi dan formasi kluster yang dapat meningkatkan keuntungan dari sektor pariwisata dalam sebuah region. Cracolici & Nijkamp 2009 menemukan bahwa di Italia, efisiensi tehnikal sangat bervariasi dan sangat besar antar region. Berdasarkan kedua alat analisis frontier dan coefisien efficiency, penelitiannya mengindikasikan bahwa artisitik dan destinasi budaya menunjukkan kinerja yang lebih baik daripada destinasi antara coastal pantai dan pegunungan. Untuk itu, mereka merekomendasikan bahwa destinasi wisata di Italia perlu memberikan perhatian pada keseimbangan antara Input dan output. Paunović et al. 2020 yang melakukan penelitian di Switzerland menemukan bahwa ada keunggulan pada dimensi sumber daya alam natural dan sumber daya budaya, memerlukan banyak investasi, manajemen perencanaan/ marketing strategi yang jitu, tepat sasaran untuk menjadikan destinasi lebih menarik bagi pengunjung internasional guna memperbaiki daya saing wilayah tersebut. Günlü & Küçükaltan 2017 yang mengaitkan antara daya saing destinasi wisata dan kualitas hidup penduduk lokal di Turki menemukan bahwa ada hubungan antara daya saing wisata dan kualitas hidup. Untuk itu, pemerintah lokal diharapkan untuk memperbaiki dan meningkatakn kualitas hidup penduduk lokal dengan memperhatikan keuntungan sosial, konservasi lingkungan, budaya dan heritage, pembangunan infrastruktur, kesehatan dan keamanan di daerah destinasi. Selunjutnya, terdapat penelitian dengan kategori lebih mikro seperti Lee & King 2006 di Taiwan dengan menggunakan teori RBV dan teori orientasi industri dengan indikator penelitian tourism destination resources dan attractor, tourism destination enviromental, tourism destination strategy, dan daya saing destinasi wisata. Mereka menemukan bahwa sumber daya destinasi, strategi destinasi dan lingkungan destinasi berpengaruh pada daya saing destinasi spring tourism. Croes 2011b yang menerapkan teori daya saing pada tujuan wisata pulau kecil menemukan bahwa dengan menyediakan sebuah produk yang berkualitas tinggi akan membuat sebuah destinasi menjadi diingat dan menjadi lebih mempunyai daya saing. Mario et al. 2017 dengan menerapkan analisa faktor terhadap faktor- faktor yang mempengaruhi, maka didapatkan lima hal yang dominan, yaitu destination marketing dan attractor, destination manegement and security, cultural heritage, adopsi IC dan transportasi. Boes, Buhalis & Inversini, 2016 yang meneliti tentang penerapan konsep smartness atau smart city dalam hubungannya dengan wisata, menggunakan teori service dominant logic menemukan bahwa kecerdasan ICT, kepemimpinan, Inovasi sosial capital yang mendukung human capital sebagai komponen inti dari smartness. Meskipun ICT memungkinkan untuk pariwisata pintar, namun tidak cocok untuk memperkenalkan smartness. 3. Metode Metode penelitian yang diterapkan dalam paper ini adalah metode literatur review secara sistematis. Metode ini adalah salah satu metode dalam menelaah kajian pustaka. Untuk menganalisa literatur, kami menggunakan aplikasi Publish or Perish dan Vos Viwer. Keduanya merupakan aplikasi yang sering digunakan untuk melakukan penelitian bibliograpi. Publish or Perish didesain untuk menolong individu secara akademik untuk melakukan analisis pada dampak penelitian. Publish or Perish dapat menggambarkan metrik sitasi dengan berbagai bentuk. Sedangkan VOSviewer digunakan untuk menvisualkan bibliographi, atau data set yang berisi field bibliographi judul, pengarang, penulis, nama jurnal, dan sebagainya . Dalam dunia penelitian, VOSviewer digunakan untuk analisis bibliometrik, mencari topik yang masih ada peluang untuk diteliti, mencari referensi yang paling banyak digunakan pada bidang tertentu dan sebagainya. Indonesian Journal of Tourism and Leisure, 01 2, 2020 107 Copyright © 2020, Indonesian Journal of Tourisme and Leisure Artikel-artikel yang kami review berasal dari jurnal online dari beberapa kelompok penerbit yang mencakup Sage, Emerald dan Sciendirect yang bisa kami download. Adapun tahapan dalam proses pengumpulan data yang kemudian dianalisis di VOSviewer dilakukan dalam beberapa tahap yang terdiri dari Tahap pertama. Pada tahap ini penulis melakukan beberapa proses, yaitu 1. Mendownload artikel jurnal dengan menggunakan Publish or Perish yang bersumber dari Google Scholar dengan total 200 jurnal. 2. Data disimpan dalam format RIS. 3. Data RIS dianalisis menggunakan aplikasi VOSviewer untuk mendapatkan visual. 4. Hasil analisas dengan VOSviewer dituliskan di paper. Tahap kedua. Pada tahap ini penulis melakukan beberapa proses, yaitu 1. Mendownload artikel jurnal dengan menggunakan Publish or Perish yang bersumber dari crossreff, 2. Data disimpan dalam format RIS, 3. Mengubah data di program reference mendeley penulis dengan folder competitiveness destination menjadi format RIS. 4. Data dalam format RIS yang didapatkan dari Publish or Perish baik dri Google Scholars, Crossreff, dan Mendeley penulis selanjutnya di analisa dengan VOSviewer untuk mendapatkan data visual. 5. Hasil analisa disajikan pada paper. Tahap ketiga. Pada tahap ini, penulis merunning untuk ketiga kalinya untuk mendapatkan hasil tentang jejaring author yang telah berkontribusi dalam penelitian daya saing destinasi wisata dalam kurun waktu 2005-2020. Hasil analisa data yang didapatkan dalam bentuk gambar yang menunjukkan tentang peta dan tema-tema yang muncul berdasarkan kategorisasi dalam output program VOSviewer yang berisi tentang visualisasi data seperti 1 besar kecilnya garis yang menghubungkan, serta lingkaran. Hal ini berkaitan dengan besar kecilnya angka hasil analisis VOSViewer, 2. beberapa angka ini menjadi terbagi menjadi link jejaring yang dimiliki dengan menghitung kekuatan link dihitung berdasarkan full atau fractional counting dan banyaknya kemunculan. Selain itu, beberapa jenis analisa yang dilakukan dalam paper ini mencakup a. Sitasi akan menvisualisasiksan dokumen yang diamati. Dokumen yang diuji/diamati akan dihubungkan dengan dokumen lain, jika mereka menyitir artikel lain yang sama-sama diamati. Analisis ini berguna untuk memperlihatkan sitasi antar dokumen, b. Bibliographi coupling artikel diuji dengan menvisulisasi dan dibuatkan networknya jika memiliki referensi yang sama. Analisis ini menunjukkan kedekatan kajian antar dokumen. c. Co-authorship, menganalisis kolaborasi penulis dengan penulis lain. Analisis ini akan menvisuakisasikan hasil berdasarkan nama penulis, organisasi penulis, atau negara asal penulis. Adapun hasil output VOSViewer memiliki tiga tampilan visualisasi, yaitu network, overlay, dan density visualization. 4. Hasil Penelitian Analisa Tahap Pertama Hasil analisis VOSviewer 200 artikel jurnal dengan sumber data dari Google Scholar yang diambil dengan program Publish or Perish terlihat pada tabel 1. Kemudian, visualisasi data terlihat pada gambar 1. Tabel 1. Output Data dari Google Scholar Sumber Data Penelitian 2020 108 Khaeril, Mahlia Muis, Jusni dan Matris Copyright © 2020, Indonesian Journal of Tourism and Leisure Gambar 1. Visualisasi dengan VOSviewer Dari data Visualisasi jaringan pada gambar 1. didapatkan empat cluster penelitian yang terdiri dari data sebagai berikut Tabel 2. Hasil Kluster Tema-teman Daya Saing Item indikator yang Muncul Analysis, country, determinant, factors, impact, model, tourism destination, tourism destination competitiveness. Destination , destination competitiveness, development, role, tourism Relationship, study, tourism competitiveness, tourist Competitiveness, research, Tourism destination Sumber Data Penelitian 2020 Data hasil penelitian juga didapatkan Overlay Visualisasi sebagai berikut Gambar 2. VOSview Overlay Dari Gambar 2. didapatkan penjelasan periode penelitian yang menggambarkan artikel yang banyak muncul dengan kelompok kluster masing- masing. Jaringan berwarna kuning adalah Indonesian Journal of Tourism and Leisure, 01 2, 2020 109 Copyright © 2020, Indonesian Journal of Tourisme and Leisure paper dengan tema quality of life, sustainability, sustainable tourism, performances, stakeholder yang dipublikasi pada periode 2015- 2016. Sedangkan jaringan berwarna hijau adalah paper dengan tema destination competitiveness, tourism development, destination branding, place branding yang dipublikasi dalam kurun waktu 2012-2014. Sedangkan yang berada pada kurun waktu 2011- 2013 adalah artikel dengan tema tourism, marketing dan brand image. Tema-tema yang berkaitan dengan Destination Image, Destination Branding, Place branding, City branding, Manejemen Pariwisata, Pemasaran wisata adalah tema-tema yang masih terbuka untuk diexplore, menjadi perhatian dan kajian bagi para peneliti di masa depan. Pariwisata berbasis lingkungan, pariwisata berbasis budaya, peningkatan kualitas hidup penduduk lokal menjadi kata kunci yang tersoroti dalam jaringan kosakata yang menjadi fokus point para ahli pariwisata. Sedangkan untuk Hasil output VOSviewer lainnya, yaitu visualisasi density didapatkan gambar sebagai berikut Gambar 3. Density Visualisasi Dari Gambar 3. dapat dijelaskan bahwa kata kunci yang kuning dengan bulatan besar adalah item yang banyak diteliti oleh para ilmuwan, cendekiawan, sedangkan yang masih berwarana hijau dengan bulatan cenderung kecil adalah tema-tema yang sedikit, dan belum banyak kurang diteliti. Dari gambar ini dapat dilihat researh gap atau penelitian yang masih masih langka, yaitu quality of life, sustainability, destination marketing, branding, city branding, place branding, image, stakeholders, performances, destination image dan brand Image. Tema-tema yang masih terbuka untuk didalami dan dikembangkan oleh peneliti selajutnya adalah penelitian yang mengaitkan kualitas penduduk lokal di daerah obyek wisata, aspek wisata keberlajutan wisata hubungan dengan daya saing dan pencemaran lingkungan, branding untuk meningkatkan kepedulian wisatawan, meningkatkan kunjungan pelancong nasional dan internasional, keteribatan semua stakeholder dalam meningkatkan kinerja destinasi, bagaimana meningkatkan image positif destinasi untuk daya saing. Analisa Tahap Kedua Data ini adalah hasil analisa terhadap jaringan tema-tema jaringan berdasarkan keyword dimana hal ini adalah penggambaran tentang variabel-variabel penelitian para ahli yang dituangkan dalam artikel ilmiah mereka yang muncul dan masih terbuka ruang untuk menjadi fokus garapan penelitian, agar para pencari kebenaran ilmiah lainnya dapat menemukan kebaruan novelty dalam riset mereka. Analisa tahap kedua ini dilakukan dengan dua cara yaitu 110 Khaeril, Mahlia Muis, Jusni dan Matris Copyright © 2020, Indonesian Journal of Tourism and Leisure dengan melihat jaringan penulis yang saling berkaitan dan sering menjadi rujukan dari berbagai paper dalam bidang destinasi wisata serta kumpulan keyword yang muncul sebagai jaringan pengetahuan yang membangun pohon pengetahuan daya saing destinasi wisata selama periode 2005-2020. Dengan menggunakan Publish or Perish dan VOSviewer, maka didapatkan hasil sebagai tergambar pada gambar 4. Gambar 4. Network Batang Vos View Gambar 4 menunjukkan keterhubungan antara konsep-konsep, indikator dalam lingkup daya saing destinasi wisata. Dalam hasil analisis penelitian, terdapat lima kluster dengan pembagian sebagai berikut Tabel 3. Kluster Tema-tema yang Berkaitan dengan Daya Saing Destinasi Wisata Item yang terkandung di dalamnya Brand, brand equity, Brand Image, branding, city branding, complexity,componen, composition, conten, consumer, defenition, design metodology, destination brand, destination branding, destination image, destination marketing, dimention, DMO, event, Field, future research, image, implementation, Increase, insight, Knowledge, Majority, marketing, network, original value, places, place branding, practical Implication, practisioner, recomendation, scope, tourism literature, trend. Attitude, benefit, community support, company, culture, economic development, employmet, growth, host- community, impact, important role, industry, island, life, light, local resident, rural tourism, rural tourism destination, satisfaction, support, sustainability, sustainable development, sustainability tourism development, tourism development, tourism industry, tourism product. Assestment, comparison, competititor, competitive, conceptual model, country, costumer satisfaction, demand side, destination competitive, determinant, empirical research, general literature, goverment, identification, indicatorm Integrated approach, Integrated Approach, Limitation, main element, measurement, Notion , Ritchie, SET, Supply side, Tourism Research, Tourism destination competitiveness. Competitive Position, Conceptualization, empirical study, form, hospitality, Important performances analisis, impact factors, international tourist, IPA, Journal, key factor, main Purpose, measuring destianation competitiveness, social medium, state, SEM, Structural equation Models, TDC, Tourism competitiveness, Tourism competitiveness Indeks, Travel, world economic forum. Article, aspect, attempt, communication technology, concept, effectiveness, efficiency, effectivenessm Information, Management, Market, Overview, Practice, relation, system. Sumber Data Penelitian 2020 Hasil Output aplikasi juga diperoleh gambaran overlay tentang daya saing destinasi wisata sebagai berikut Indonesian Journal of Tourism and Leisure, 01 2, 2020 111 Copyright © 2020, Indonesian Journal of Tourisme and Leisure Gambar 5. Overlay VOSview Gambar 5. mendeskripsikan tentang relasi antar konsep Variabel/indikator yang penulis ambil dari kurun waktu 2000-2020 dengan Jumlah paper sebanyak 400 artikel. Dapat kita perhatian yang berwarna kuning adalah konsep yang banyak muncul dari paper antara tahun 2014 ke atas. Adapun yang berwarna hijau adalah item indikator yang muncul pada kurun waktu 2013- 2015, sedangkan warna ungu dan kebiru-biruan adalah kata kunci yang muncul dari artikel-artikel jurnal yang terbit pada periode 2011-2013. Selanjutnya juga visualisasi densitas jaringan dapat dilihat sebagai berikut Gambar 6. Density Visualisasi Dari Gambar 6, secara grafis konsep- konesp yang berwarna kuning kemerah-merahan adalah tema-tema yang sudah sering muncul dan banyak diteliti oleh para penulis, sedangkan konsep- konsep yang agak jauh dari warna kuning seperti community participation, community support, rural destination, destination branding, host community, sustainable tourism dan resident attitude, 112 Khaeril, Mahlia Muis, Jusni dan Matris Copyright © 2020, Indonesian Journal of Tourism and Leisure adalah variabel indikator yang masih belum banyak diteliti dan hal ini bisa menjadi ruang penelitian untuk dilanjutkan di masa depan. Analisa Tahap Ketiga Untuk lebih mendalami tentang penulis yang banyak dan sering menulis tentang daya saing destinasi wisata maka penulis berusaha merunning ulang dengan pilihan pada co-citation dan di dapatkan hasil sebagai berikut Gambar 7. Jaringan Penulis Daya Saing Destinasi Wisata Adapun hasil Overlay visualisasi keterhubungan antar penulis dapat digambarkan dalam Gambar di Bawah ini Gambar 8. Overlay Penulis Sedangkan untuk visualisasi densitas penulis Sebagai berikut Gambar 9. Densitas Penulis Daya Saing Destinasi Wisata Indonesian Journal of Tourism and Leisure, 01 2, 2020 113 Copyright © 2020, Indonesian Journal of Tourisme and Leisure Hasil lain yang di dapatkan dari analisis tentang penulis dan penulis kedua dan selanjuntnya didapatkan hasil denga jumlah hubungan 8 dan jumlah kekuatan hubungan sebanyak 19 Kali. Adapun hasil analisis Item terdiri dari tiga kluster kelompok antara lain sebagai berikut Tabel 4. Kluster Penulis TDC Dragicevic, Vanja stankov, ugljesa Dwyer,Larry, Kim, Chulwon Armanenski, Tanja, Mihalic, Tanja Sumber Data Penelitian 2020 Dari Hasil Overlay tentang yang sering muncul dan saling terkait dalam tentang daya saing destinasi wisata didapatkan nama-nama seperti yang tercantum dalam kluster 1,2,3 di atas. Dengan catatan bahwa periodesasi artikel terbitan yang penulis kumpulkan adalah sejak 2005- 2020. Sedangkan artikel yang dipublikasi sebelum tahun tersebut tidak diambil, sehingga ada beberapa penulis rujukan dan sering dikutip dalam paper lain tidak masuk dalam hasil analisa ini. 5. Diskusi Berdasarkan hasil penelusuran literatur secara sistematis secara offline/manual didapatkan hasil sebagai berikut Metode evaluasi yang digunakan dalam mengevaluasi Daya Saing Destinasi Wisata Ada beberapa tekhnik yang telah dilakukan untuk mengevaluasi Daya Saing Destinasi Wisata, antara Lain 1. Metode Delphi yang digunakan untuk menemukan opini yang convergen dari para ahli dengan area topik tertentu seperti dalam tema pariwisata. 2. Analitical Hierakhi Proses AHP untuk mengevaluasi kualitas layanan dalam pariwisata 3. Metode Principal Componen Analysis PCA digunakan untuk teknik multivariat statistik dan Juga untuk penelitian TDC. 4. Metode Importance-Performance to TDC, metode ini menganalisis atribut yang penting yang diasosiasikan dengan jasa dan produk yang mengindikasikan tingkat/derajat kinerja dalam setiap waktu. 5. Metode Information entropy Weight IEW untuk mengukur berat Weight secara obyektif dan mengaplikasikan TOPSIS Tecnick for order preference by Similarity to Ideal Solution adalah metode yang secara penuh dan obyektif mengavaluasi TDC. di Aplikasikan oleh Zhang 2011. 6. Penggunaaan Metode Kaulitatif juga dilakukan Oleh Enright & Newton 2004. 7. Integrated quality Management Go & Govers, 2000 8. Membangun Indikator Komposit juga sudah dikerjakan Oleh Mendola & Volo 2017 Adapun daya saing destinasi wisata determinan yang banyak ditemukan oleh para peneliti antara lain destination attractor, support resources Owiyo, Mulwa, & Kemboi, 2019, infrastruktur pariwisata Cvelbar et al., 2016; Islam, Hossain, & Noor, 2017; Zehrer, Smeral, & Hallmann, 2017; Zhang, Gu, Gu, & Zhang, 2011, destination management, general infrastructure, macr- environment, business environment Cvelbar et al., 2016, accesbility, hospitallity, mix activity Zehrer et al., 2017, nature, history, cultural attractors, fasilitas komunikasi dan jasa yang ditawarkan Islam et al., 2017, kualitas kawasan, daya tarik wisata, kerjasama usaha dan citra kawasan wisata, infrastruktur dan suprastruktur yang baik Ramukumba, 2013, enviromental conservation, carrying capacity, quality of environment Lo, Chin, & Law, 2017, supporting factor, core resources and attractor, deestination management, destination policy, planning and development, qualifying dan amplyifyiing determinnant, overall competitiveness Zehrer et al., 2017, destination support service, people related 114 Khaeril, Mahlia Muis, Jusni dan Matris Copyright © 2020, Indonesian Journal of Tourism and Leisure service Vengesayi, Mavondo, & Reisinger, 2009, capability to attract visitor, local population quality of life, economic tourist sustainability, social tourist sustainability, enviromental tourist sustainability Blanco-Cerradelo, Gueimonde-Canto, Fraiz-Brea, & Diéguez-Castrillón, 2018. Peneliti yang lebih awal seperti Goorochun dan Sugiharto 2005 menemukan bahwa daya saing destinasi wisata determinan indikator infrastruktur pembangunan, daya saing harga, lingkungan, technology advancement, human resources, openess, social development,dan human tourism indikator. Zhang et al. 2011 mengembangkan variabel daya saing destinasi wisata menjadi destination management, nature-based resosurces, heritage resources, quality services, efficient public services, tourism shopping, goverment commitment, location dan akses, e- business, night life, visa requirement, amusement/theme parks. Adapaun variabel yang dibangun oleh Dwyer dan Kim 2003 adalah endowed resources natural, supporting factor, destination management, situational condition, market performances indikator. Adapun Junio, Kim, & Lee 2016 menemukan hubungan daya saing destinasi wisata dengan Bisnis rumah sakit dengan variabel medical tretament and services, tourism specific factors, destination attribute. 6. Kesimpulan Berdasarkan hasil yang ditemukan dalam penelusuran literatur review ini, ditemukan bahwa masih terbuka kesempatan untuk para peneliti untuk terus mengembangkan model daya saing destinasi wisata, memperkaya, memperluas penerapan teori ini sampai ke tingkat mikro bisnis, pariwisata desa. Mengacu pada hasil penelitian dengan menggunakan dua software aplikasi bibliometrik menunjukkan bahwa di masa depan, untuk memperdalam penulisan terhadap teori daya saing pariwisata dapat dilakukan dengan memperbanyak, mengembangkan, Dwyer & Kim, 2003; Kovacevic, Kovacevic, Stankov, Dragicevic, & Miletic, 2018 menginisiasi penelitian dengan variabel kualitas hidup, partisipasi komunitas, perilaku penduduk lokal, pariwisata berkelanjutan, pariwisata berbasis lingkungan dan akowisata. Berdasarkan pada hasil penelitian khususnya tentang jaringan penulis yang sering muncul dalam artikel daya saing pariwisata menunjukkan adanya perkembangan ahli dan rujukan baru dalam studi daya saing destinasi. Hal yang menarik lainnya adalah para ahli yang muncul banyak yang berasal dari negara-negara Skandinavia yang menandakan bahwa dinamika intelektual dan perhatian yang besar mereka juga sangat mendalam terhadap industri wisata. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Publish or Perish dan VOSviewer dapat disimpulkan bahwa terdapat celah penelitian yang lebar lebar untuk diteliti dan didalami berkaitan dengan relasi kualitas hidup penduduk lokal, komunitas lokal, partisipasi penduduk lokal untuk memberikan darah segar dalam bidang keilmuwan manajemen kepariwisataan, bahkan tidak menutup kemungkinan berkontribusi pada pengetahuan khusus tentang daya saing destinasi wisata. Penelitian ini memiliki keterbatasan setidaknya pada penggalian data menggunakan Publish or Perish hanya dengan periodesasi 2005-2020, tidak dengan waktu yang lebih lama sehingga jumlah papernya masih sedikit yang dapat dikaji dengan VOSviewer. Olehnya karena itu penulis menyarankan agar peneliti di masa depan dapat melanjutkan tema-tema ini ke data yang lebih besar dengan menggunakan sofware bibliometerik lain seperti Nvivo 12 dan lainnya. 7. Ucapan Terima Kasih Terima kasih kami sampaikan kepada para pihak yang telah memberikan saran dan masukan terhadap paper ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada rekan-rekan yang telah menemani diskusi untuk memperkaya paper ini. 8. Konflik Kepentingan Penulis menyatakan tidak ada konflik kepentingan dalam penulisan artikel ini. Indonesian Journal of Tourism and Leisure, 01 2, 2020 115 Copyright © 2020, Indonesian Journal of Tourisme and Leisure Daftar Pustaka Assaf, A. G., & Josiassen, A. 2012. Identifying and Ranking the Determinants of Tourism Performance A Global Investigation. Journal of Travel Research, 514, 388–399. Blain, C., Levy, S. E., & Ritchie, J. R. B. 2005. Destination branding Insights and practices from destination management organizations. Journal of Travel Research, 434, 328–338. Blanco-Cerradelo, L., Gueimonde-Canto, A., Fraiz-Brea, J. A., & Diéguez-Castrillón, M. I. 2018. Dimensions of destination competitiveness Analyses of protected areas in Spain. Journal of Cleaner Production, 177, 782–794. Boes, K., Buhalis, D., & Inversini, A. 2016. Smart tourism destinations ecosystems for tourism destination competitiveness From Smart Cities to Smart Tourism Destinations Ecosystems for tourism destination competitiveness. International Journal of Tourism Cities, 22, 108–124. Cossío-Silva, Revilla-Camacho, & Vega-Vázquez, M. 2018. The tourist loyalty index A new indicator for measuring tourist destination loyalty? Journal of Innovation & Knowledge, 1–9. Cracolici, M. F., & Nijkamp, P. 2009. The attractiveness and competitiveness of tourist destinations A study of Southern Italian regions. Tourism Management, 303, 336–344. Croes, R. 2011. Measuring and explaining competitiveness in the context of small island destinations. Journal of Travel Research, 504, 431–442. Cvelbar, L. K., Dwyer, L., Koman, M., & Mihalic, T. 2016. Drivers of Destination Competitiveness in Tourism A Global Investigation. Journal of Travel Research, 558. de la Peña, M. R., Núñez-Serrano, J. A., Turrión, J., & Velázquez, F. J. 2019. A New Tool for the Analysis of the International Competitiveness of Tourist Destinations Based on Performance. Journal of Travel Research, 582, 207–223. Du Plessis, E., Saayman, M., & Van der Merwe, A. 2017. Explore changes in the aspects fundamental to the competitiveness of South Africa as a preferred tourist destination. South African Journal of Economic and Management Sciences, 201, 1–11. Dupeyras, A., & Maccallum, N. 2013. Indicators for Measuring Competitiveness in Tourism. A guidance document. OECD Tourism Papers, 2, 1–62. Dwyer, L., & Kim, C. 2003. Destination competitiveness Determinants and indicators. Current Issues in Tourism, 65, 369–414. Enright, M. J., & Newton, J. 2004. Tourism destination competitiveness A quantitative approach. Tourism Management, 256, 777–788. Estevão, C., & Ferreira, J. 2009. Regional Competitiveness Of A Tourism Cluster A Conceptual Model Proposal No. 4853. Evans, B. L., Munekata, N., Ono, T., Lee, Tsao, Chang, … Maccallum, N. 2019. Assessing Istanbul competitiveness A multidimensional approach. Tourism Review, 222, 2109–2139. Firdaus, F., & Tutri, R. 2017. Potensi Pengembangan Ekowisata Di Nagari Kotobaru, Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Jurnal Kawistara, 72, 115–206. Go, F. M., & Govers, R. 2000. Integrated quality management for tourist destinations A European perspective on achieving competitiveness. Tourism Management, 211, 79–88. Günlü, E., & Küçükaltan, E. G. 2017. Munich Personal RePEc Archive Competitiveness factors of a tourism destination and impact on residents ’ quality of life The case of Competitiveness factors of a 116 Khaeril, Mahlia Muis, Jusni dan Matris Copyright © 2020, Indonesian Journal of Tourism and Leisure tourism destination and impact on residents ’ quality of life The case of Cittaslow- Sefe. 77464. Islam, S., Hossain, M. K., & Noor, M. E. 2017. Determining Drivers of Destination Attractiveness The Case of Nature-Based Tourism of Bangladesh. International Journal of Marketing Studies, 93, 10. Ivanova, M., Kuckertz, A., Lees-marshment, J., Kreutzer, R. T., Bernhard, F., Hiepler, M., … Röcken, M. 2018. Tourism marketing for developing countries battling stereotypes and crises in Asia, Africa and the Middle East. In Journal of Tourism and Cultural Change Vol. 16. Junio, M. M. V., Kim, J. H., & Lee, T. J. 2016. Competitiveness attributes of a medical tourism destination The case of South Korea with importance-performance analysis. Journal of Travel & Tourism Marketing, 344, 444–460. Kovacevic, N. D., Kovacevic, L., Stankov, U., Dragicevic, V., & Miletic, A. 2018. Applying destination competitiveness model to strategic tourism development of small destinations The case of South Banat district. Journal of Destination Marketing and Management, 8, 114–124. Lee, C. F., & King, B. 2006. Assessing destination competitiveness An application to the hot springs tourism sector. Tourism and Hospitality, Planning and Development, 33, 179–197. Lo, Chin, & Law, 2017. Tourists’ perspectives on hard and soft services toward rural tourism destination competitiveness Community support as a moderator. Tourism and Hospitality Research, Vol. 19, pp. 139–157. SAGE Publications. Mario, C., Colima, A. U. De, Pricila, A., Universidad, S., & Colima, I. O. U. De. 2017. The perception of destination competitiveness by tourists. 1–20. Mazanec, J. A., Wöber, K., & Zins, A. H. 2007. Tourism destination competitiveness From definition to explanation? Journal of Travel Research, 461, 86–95. Mendola, D., & Volo, S. 2017. Building composite indicators in tourism studies Measurements and applications in tourism destination competitiveness. Tourism Management, 59, 541–553. Morgan, N., Pritchard, A., & Pride, R. 2011. Tourism places, brands, and reputation management. Destination Brands, 3–19. Novais, M. A., Ruhanen, L., & Arcodia, C. 2018. Destination competitiveness A phenomenographic study. Tourism Management, 64, 324–334. Owiyo, V., Mulwa, J. M., & Kemboi, A. 2019. Strategic Determinants of Destination Competitiveness A Case of Western Tourist Circuit, Kenya. Eastern Africa Journal of Contemporary Research EAJCR, 11, 11–21. Paunović, I., Dressler, M., Nikolić, T. M., & Pantić, S. P. 2020. Developing a competitive and sustainable destination of the future Clusters and predictors of successful national-level destination governance across destination life-cycle. Sustainability Switzerland, 1210. Ramukumba, T. 2013. Community Tourism Awareness Campaign Eden District Municipality, South Africa’s Example. Tourism Review International, Vol. 17, pp. 103–113. Cognizant, LLC. Ritchie, J. R. B., & Ritchie, R. J. B. 1998. Setting the Stage and Management of Branding in Destination Management. Annual Congress of the International Association of Scientific Experts in Tourism, 98September, 1–31. Vengesayi, S., Mavondo, F. T., & Reisinger, Y. 2009. Tourism destination attractiveness Attractions, facilities, and people as predictors. Tourism Analysis, 145, 621–636. Zatori, A., & Beardsley, M. 2017. On-Site and Memorable Tourist Experiences Trending Indonesian Journal of Tourism and Leisure, 01 2, 2020 117 Copyright © 2020, Indonesian Journal of Tourisme and Leisure Toward Value and Quality-of-Life Outcomes. In Advances in Hospitality and Leisure, Vol. 13 pp. 17–45. Zehrer, A., Smeral, E., & Hallmann, K. 2017. Destination Competitiveness—A Comparison of Subjective and Objective Indicators for Winter Sports Areas. Journal of Travel Research, 561, 55–66. Zhang, H., Gu, C. lin, Gu, L. wen, & Zhang, Y. 2011. The evaluation of tourism destination competitiveness by TOPSIS & information entropy - A case in the Yangtze River Delta of China. Tourism Management, 322, 443–451. Idah Wahidah Diki SuhermanBandung City tourism is a potential sector that can be relied upon because it contributes greatly to regional income, but there are problems, namely accessibility due to city congestion which results in slow mobility, and dependence on the local government of Bandung City is another obstacle. This study aims to analyze the penta helix collaboration in increasing the competitiveness of Bandung City tourism, using a qualitative method through a descriptive approach. The method used is qualitative through a descriptive approach. Based on the results of research, Bandung City Tourism has its own uniqueness, especially tourism through the development of various innovations, through active collaboration between elements of the government, businessmen, communities, academics and the media as an effort to increase the competitiveness of regional tourism. Through the development of tourist destinations in increasing the tourism attractiveness of the Bandung City area, it has implications for improving the welfare of the community through local economic study advances the research and methodological approach to measuring and understanding national-level destination competitiveness, sustainability and governance, by creating a model that could be of use for both developing and developed destinations. The study gives a detailed overview of the research field of measuring destination competitiveness and sustainability. It also identifies major predictors of destination competitiveness and sustainability and thereby presents destination researchers and practitioners with a useful list of priority areas, both from a global perspective and from the perspective of other similar destinations. Finally, the study identifies two major types of destination governance with implications for research, policy and practice across the destination life-cycle. The research deals with the analysis of the secondary data from the World Economic Forum Travel and Tourism Index WEF T&T. Major types of destination governance and predictors of belonging to either one of the types, as well as inside cluster predictors have been extracted through a two-step cluster analysis. The results support the notion that a meaningful model of national-level destination governance needs to take into account different development levels of different destinations. The main limitation of the study is its typology creation approach, as it inevitably leads to purpose of this study is to identify the most important drivers for developing destination competitiveness of Bangladesh nature-based tourism by evaluating tourists’ perception. A nationwide structured questionnaire survey of total 432 Bangladeshi tourists is carried out by dividing the whole country into two parts for equal representation. Based on this data, a profile of the tourists is constructed before ranking of attributes from most important to least important on a five-point Likert scale. An Exploratory Factor Analysis EFA has been conducted finally to identify the most important factors from 24 selected attributes related to nature-based tourism of Bangladesh. The key findings indicate that seven attributes are more important to respondents than others as all these has average importance value more than 4 out of 5 while only two is least important. From the EFA of these attributes, supported by a parallel analysis, four major factors are extracted namely, tourism infrastructure; historical and cultural attractors; natural attractors; and communication facilities and lifestyle similarities. Thus, this study will help both policy makers to develop long term destination policy focusing on natural attractors and service providers to customize their services according to tourists’ expectation. Consequently, this paper conceptualizes the importance of focusing on specific sectors of tourism and the way of developing competitiveness of nature-based tourism of Bangladesh. However further studies can be conducted to match tourists’ evaluation of attributes on importance and performance and/or evaluating same perception from service providers rather than destination competitiveness literature, while well established, is fraught with inconsistencies over its definition, measurement and its legitimacy as a topic of research. Given the divide that exists, this paper proposes a phenomenographic approach to the study of destination competitiveness. Specifically, the paper argues that efforts to advance destination competitiveness should be preceded by a better understanding of how destination stakeholders is conceptualize the term. This paper explores how destination stakeholders understand destination competitiveness. The findings reveal three distinct conceptions of destination competitiveness which are hierarchically related destination competitiveness as perception of a destination, destination competitiveness as performance, and destination competitiveness as a long-term process. Additional features of destination competitiveness are discussed including the relationship between competitiveness and attractiveness, and the dynamic nature of the competitor set. This paper concludes with a discussion of the implications for advancing the destination competitiveness tourism is an integrated part in the services field, and this industry has long been recognized as a valuable tool for economic development in rural destinations. However, the multiplying growth of rural tourism destinations has led to a stiff competition among the industry. Thus, the identification of tourists’ perspective on the hard and soft services components toward the development of rural tourism is a key element in surviving into the rapid tourism competition. The pivotal role of community support as an integral part of tourism product in ensuring sustainable development of rural tourism destination would also being the key indicator for the development of rural tourism. Hence, this study highlighted the importance of tourists’ perspective on hard services tourism infrastructure and accommodation and soft services range of activities and special events toward the competitiveness of rural tourism destination’s development with community support who act as a moderator. A total of 314 respondents comprising tourists who visited Kampung Semadang, Kampung Telaga Air, and Kubah National Park Kampung Matang, Kuching, Sarawak has voluntarily participated in this study. To assess the developed model, SmartPLS M3 is applied based on path modeling and bootstrapping. Interestingly, the findings revealed that tourists are more concerned about the quality of accommodation, infrastructure, range of activities, and special events for the development of tourism destination competitiveness in rural tourism destination. In addition, tourists also believed that the existence of community support is crucial in moderating the relationship between accommodation quality and tourism destination competitiveness. This study further discussed on the implications of the findings, limitations, and directions for future main goal of this study was to analyze the applicability of Ritchie and Crouch's competitiveness model for the assessment of tourism advantages and disadvantages of a relatively small, unknown region with under-developed tourism. For this purpose, the authors selected the South Banat district in Serbia. The model was found suitable for the intended application. The results show that stakeholders believe South Banat is not a competitive tourism destination, even at the regional level. However, the destination's advantages, which can be used as starting point for improving the destinations competitiveness, were identified. A comparison of two groups of stakeholders, the private and public sectors, indicated significant differences in the ratings of destination management and in the destination's policy, planning and development indicators are useful tools to synthesize and monitor multidimensional phenomena. The aim of this paper is twofold to offer the methodological foundations to build composite indicators in tourism and to evaluate a set of currently available composite indicators. Tourism destination competitiveness indicators constitute the object of this contribution. Their definitions, concepts and measures are analyzed and their evaluation is performed through the application of an original protocol. The results highlight that several methodological issues still surround the measurement of destinations competitiveness indicators. This paper provides tourism scholars and practitioners with a set of statistical guidelines to build composite indicators and with an operative scheme to assess indicators' effectiveness in empirical evaluations. study aims to explore the importance and performance of medical tourism destination competitiveness TDC. The aims were achieved by collecting empirical data on the perceptions of stakeholders in the medical tourism industry in South Korea. Results from the importance–performance analysis IPA revealed that medical TDC is primarily influenced by medical treatments and services, destination attributes, and tourism-specific factors. This study not only enhances tourism literature, but also contributes significantly to the existing literature on competitiveness. The study provides useful marketing insights for medical tourism suppliers in South Korea and countries in similar situations with the relevant industry. Takalani RamukumbaAlthough there is an increasing community understanding of the benefits tourism brings to communities, there are still many who are yet to appreciate the significance of tourism, including policy makers and the general public. Because community support, or lack of it, can have a significant effect on the success or failure of a tourist destination, awareness-raising activities about the significance of tourism play a crucial role in the future development of the industry. Ironically, it is a role that is still not fully appreciated by many in the industry. Tourism is simultaneously portrayed as a destroyer of culture, undermining social norms and economies, degrading social structures, stripping communities of individuality, and as a savior of the poor and disadvantaged, providing opportunities and economic benefits, promoting social exchange, and enhancing livelihoods. Therefore, the study focused on evaluating the accessibility and effectiveness of the different communication mediums that are used by the Eden District Municipality to raise community tourism awareness. The study used surveys because they are commonly used for collecting data within the field of tourism and hospitality. For purposes of this research, a descriptive survey was conducted. The study found that across the different stakeholders in the tourism industry of the Eden District Municipality, there was a significant difference statistically on their views on mediums used to communicate community-based tourism issues, both benefits and costs, and the accessibility of the mediums used as well as the effectiveness of the medium used to communicate the benefits and costs of community-based tourism.
BerdasarkanUndang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009, daya tarik wisata bisa dijelaskan sebagai segala sesuatu yang mempunyai keunikan, kemudahan, dan nilai yang berwujud keanekaragaman, kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau kunjungan para wisatawan. Indikator lingkungan dalam membangun
Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, MA. 9/6/2016 Universitas Dhyana Pura Teladan dan Unggulan Referensi Utama Utama, I Gusti Bagus Rai. 2015. Pengantar Industri Pariwisata. Penerbit Deepublish Yogyakarta CV. BUDI UTAMA. Url Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009, daya tarik wisata bisa dijelaskan sebagai segala sesuatu yang mempunyai keunikan, kemudahan, dan nilai yang berwujud keanekaragaman, kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau kunjungan para wisatawan. Sedangkan menurut Yoeti 2006164, menyatakan bahwa daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk mengunjungi suatu daerah tertentu. Begitu juga dengan Pendit 2003 35, menyatakan bahwa daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menarik dan mempunyai nilai untuk dikunjungi dan dilihat. Pada dasarnya, daya tarik wisata dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yakni daya tarik wisata alamiah, dan daya tarik wisata buatan. 9/6/2016 Universitas Dhyana Pura Teladan dan Unggulan Daya tarik yang dapat disaksikan what to see, hal ini mengisyaratkan bahwa pada daerah harus ada sesuatu yang menjadi daya tarik wisata, atau suatu daerah mestinya mempunyai daya tarik yang khusus dan atraksi budaya yang bisa dijadikan sebagai hiburan bagi wisatawan. Apa yang disaksikan dapat terdiri dari pemandangan alam, kegiatan, kesenian, dan atraksi wisata. Aktivitas wisata yang dapat dilakukan what to do, hal ini mengisyaratkan bahwa di tempat wisata, menyaksikan sesuatu yang menarik, wiatawan juga mesti disediakan fasilitas rekreasi yang bisa membuat para wisatawan betah untuk tinggal lebih lama di tempat tujuan wisata. 9/6/2016 Universitas Dhyana Pura Teladan dan Unggulan Sesuatu yang dapat dibeli what to buy, hal ini mengisyaratkan bahwa tempat tujuan wisata mestinya menyediakan beberapa fasilitas penunjang untuk berbelanja terutama barang souvenir dan kerajinan rakyat yang bisa berfungsi sebagai oleh-oleh untuk dibawa pulang ketempat asal wisatawan. Alat transportasi what to arrived, hal ini mesti mampu dijelaskan bahwa untuk dapat mengunjungi daerah daya tarik tujuan wisata tersebut, kendaraan apa yang digunakan dan berapa lama wisatawan tiba ke tempat tujuan wisata yang akan dituju. Penginapan where to stay, hal ini menunjukkan bagaimana wisatawan akan dapat tinggal untuk sementara selama mereka berlibur. Untuk menunjang keperluan tempat tinggal sementara bagi wisatawan yang berkunjung, daerah tujuan wisata perlu mempersiapkan penginapan-penginapan, seperti hotel berbintang atau hotel tidak berbintang dan sejenisnya. 9/6/2016 Universitas Dhyana Pura Teladan dan Unggulan Situs Warisan Dunia UNESCO bahasa Inggris UNESCO’s World Heritage Sites adalah sebuah tempat khusus misalnya, Taman Nasional, Hutan, Pegunungan, Danau, Pulau, Gurun Pasir, Bangunan, Kompleks, Wilayah, Pedesaan, dan Kota yang telah dinominasikan untuk program Warisan Dunia internasional yang dikelola UNESCO World Heritage Committee, terdiri dari 21 kelompok 21 state parties yang dipilih oleh Majelis Umum General Assembly dalam kontrak 4 tahun. Sebuah Situs Warisan Dunia adalah suatu tempat Budaya dan Alam, serta benda yang berarti bagi umat manusia dan menjadi sebuah Warisan bagi generasi berikutnya. 9/6/2016 Universitas Dhyana Pura Teladan dan Unggulan 1991 - Taman Nasional Komodo [190] [191] 1991 - Taman Nasional Ujung Kulon [192] [193] 1991 - Candi Borobudur [194] 1991 - Candi Prambanan 1996 - Situs manusia purba Sangiran [195] 1999 - Taman Nasional Lorentz [196] [197] 2004- Hutan hujan tropis Sumatera Taman Nasional Sembilang, Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Kerinci Seblat, dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan 2011-Batik Indonesia 2012- Lanskap Budaya Provinsi Bali 9/6/2016 Universitas Dhyana Pura Teladan dan Unggulan 9/6/2016 Universitas Dhyana Pura Teladan dan Unggulan 9/6/2016 Universitas Dhyana Pura Teladan dan Unggulan 9/6/2016 Universitas Dhyana Pura Teladan dan Unggulan 9/6/2016 Universitas Dhyana Pura Teladan dan Unggulan 9/6/2016 Universitas Dhyana Pura Teladan dan Unggulan 9/6/2016 Universitas Dhyana Pura Teladan dan Unggulan 9/6/2016 Universitas Dhyana Pura Teladan dan Unggulan 9/6/2016 Universitas Dhyana Pura Teladan dan Unggulan Menurut Pendit 1994, pariwisata dapat dibedakan menurut motif wisatawan untuk mengunjungi suatu tempat. 9/6/2016 Universitas Dhyana Pura Teladan dan Unggulan Yaitu perjalanan yang dilakukan atas dasar keinginan untuk memperluas pandangan hidup seseorang dengan jalan mengadakan kunjungan atau peninjauan ketempat lain atau ke luar negeri, mempelajari keadaan rakyat, kebiasaan adat istiadat mereka, cara hidup mereka, budaya dan seni mereka. Seiring perjalanan serupa ini disatukan dengan kesempatan–kesempatan mengambil bagian dalam kegiatan–kegiatan budaya, seperti eksposisi seni seni tari, seni drama, seni musik, dan seni suara, atau kegiatan yang bermotif kesejarahan dan sebagainya. 9/6/2016 Universitas Dhyana Pura Teladan dan Unggulan Jenis wisata ini banyak dikaitkan dengan kegiatan olah raga di air, lebih–lebih di danau, pantai, teluk, atau laut seperti memancing, berlayar, menyelam sambil melakukan pemotretan, kompetisi berselancar, balapan mendayung, melihat–lihat taman laut dengan pemandangan indah di bawah permukaan air serta berbagai rekreasi perairan yang banyak dilakukan didaerah–daerah atau negara–negara maritim, di Laut Karibia, Hawaii, Tahiti, Fiji dan sebagainya. Di Indonesia banyak tempat dan daerah yang memiliki potensi wisata maritim ini, seperti misalnya Pulau–pulau Seribu di Teluk Jakarta, Danau Toba, pantai Pulau Bali dan pulau–pulau kecil disekitarnya, taman laut di Kepulauan Maluku dan sebagainya. Jenis ini disebut pula wisata tirta. 9/6/2016 Universitas Dhyana Pura Teladan dan Unggulan Untuk jenis wisata ini biasanya banyak diselenggarakan oleh agen atau biro perjalanan yang mengkhususkan usaha–usaha dengan jalan mengatur wisata ke tempat atau daerah cagar alam, taman lindung, hutan daerah pegunungan dan sebagainya yang kelestariannya dilindungi oleh undang–undang. Wisata cagar alam ini banyak dilakukan oleh para penggemar dan pecinta alam dalam kaitannya dengan kegemaran memotret binatang atau marga satwa serta pepohonan kembang beraneka warna yang memang mendapat perlindungan dari pemerintah dan masyarakat. Wisata ini banyak dikaitkan dengan kegemaran akan keindahan alam, kesegaran hawa udara di pegunungan, keajaiban hidup binatang dan marga satwa yang langka serta tumbuh–tumbuhan yang jarang terdapat di tempat–tempat lain. 9/6/2016 Universitas Dhyana Pura Teladan dan Unggulan Menurut Pendit 199925, MICE diartikan sebagai wisata konvensi, dengan batasan usaha jasa konvensi, perjalanan insentif, dan pameran merupakan usaha dengan kegiatan memberi jasa pelayanan bagi suatu pertemuan sekelompok orang negarawan, usahawan, cendikiawan dsb untuk membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan kepentingan bersama. Sedangkan menurut Kesrul 20043, Mice sebagai suatu kegiatan kepariwisataan yang aktifitasnya merupakan perpaduan antara leisure dan business, biasanya melibatkan sekelompok orang secara bersama-sama, rangkaian kegiatannya dalam bentuk meetings, incentive travels, conventions, congresses, conference dan exhibition. 9/6/2016 Universitas Dhyana Pura Teladan dan Unggulan Meeting adalah istilah bahasa inggris yang berarti rapat, pertemuan atau persidangan. Meeting merupakan suatu kegiatan yang termasuk di dalam MICE. Menurut Kesrul 20048, Meeting Suatu pertemuan atau persidangan yang diselenggarakan oleh kelompok orang yang tergabung dalam asosiasi, perkumpulan atau perserikatan dengan tujuan mengembangkan profesionalisme, peningkatan sumber daya manusia, menggalang kerja sama anggota dan pengurus, menyebarluaskan informasi terbaru, publikasi, hubungan kemasyarakatan. Menurut Kesrul 20043, “Meeting adalah suatu kegiatan kepariwisataan yang aktifitasnya merupakan perpaduan antara leisure dan business, biasanya melibatkan orang secara bersama-sama”. 9/6/2016 Universitas Dhyana Pura Teladan dan Unggulan Insentive merupakan hadiah atau penghargaan yang diberikan oleh suatu perusahaan kepada karyawan, klien, atau konsumen. Bentuknya bisa berupa uang, paket wisata atau barang. Menurut Any Noor 20075 yang dikutip dari SITE 1998 dalam Rogers 2003, juga memberikan definisi mengenai incentive adalah incentive travel is a global management tool that uses an exceptional travel experience to motivate and/or recognize participants for increased levels of performance in support of the organizational goals. 9/6/2016 Universitas Dhyana Pura Teladan dan Unggulan Menurut Kesrul, 2004 7, Conference atau konferensi adalah suatu pertemuan yang diselenggarakan terutama mengenai bentuk-bentuk tata karena, adat atau kebiasaan yang berdasarkan mufakat umum, dua perjanjian antara negara-negara para penguasa pemerintahan atau perjanjian international mengenai topik tawanan perang dan sebagainya. 9/6/2016 Universitas Dhyana Pura Teladan dan Unggulan Exhibition berarti pameran, dalam kaitannya dengan industri pariwisata, pameran termasuk dalam bisnis wisata konvensi. Menurut Kesrul 200416, exhibition adalah ajang pertemuan yang dihadiri secara bersama-sama yang diadakan di suatu ruang pertemuan atau ruang pameran hotel, dimana sekelompok produsen atau pembeli lainnya dalam suatu pameran dengan segmentasi pasar yang berbeda. 9/6/2016 Universitas Dhyana Pura Teladan dan Unggulan Menurut perspektif industri pariwisata, agrowisata adalah bagian dari wisata alam yang memiliki etika perencanaan dan filosofis pro pertanian 9/6/2016 Universitas Dhyana Pura Teladan dan Unggulan Wisata buru ini diatur dalam bentuk safari buru ke daerah atau hutan yang telah ditetapkan oleh pemerintah negara yang bersangkutan, seperti berbagai negeri di Afrika untuk berburu gajah, singa, ziraf, dan sebagainya. Di India, ada daerah–daerah yang memang disediakan untuk berburu macan, badak dan sebagainya, sedangkan di Indonesia, pemerintah membuka wisata buru untuk daerah Baluran di Jawa Timur dimana wisatawan boleh menembak banteng atau babi hutan. 9/6/2016 Universitas Dhyana Pura Teladan dan Unggulan Jenis wisata ini sedikit banyak dikaitkan dengan agama, sejarah, adat istiadat dan kepercayaan umat atau kelompok dalam masyarakat. Wisata ziarah banyak dilakukan oleh perorangan atau rombongan ke tempat–tempat suci, ke makam–makam orang besar atau pemimpin yang diagungkan, ke bukit atau gunung yang dianggap keramat, tempat pemakaman tokoh atau pemimpin sebagai manusia ajaib penuh legenda. Wisata ziarah ini banyak dihubungkan dengan niat atau hasrat sang wisatawan untuk memperoleh restu, kekuatan batin, keteguhan iman dan tidak jarang pula untuk tujuan memperoleh berkah dan kekayaan melimpah. 9/6/2016 Universitas Dhyana Pura Teladan dan Unggulan Sebutkan dan jelaskan syarat2 Daya Tarik Wisata! Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis daya tarik wisata berdasarkan motif wisatawan berwisata! 9/6/2016 Universitas Dhyana Pura Teladan dan Unggulan Rizal KurniansahAbstrak Keberadaan komponen pariwisata merupakan unsur yang sangat penting dalam pengembangan daerah wisata, komponen tersebut antara lain atraksi, amenitas/fasilitas, aksesibilas, ancillary service organisasi pelayanan yang saling keterkaitan antarsatu sama lain. Hanya saja di daerah wisata tidak semuanya disediakan karena adanya keterbatan dana maupun kemampuan daerah dalam menyediakannya. Salahsatunya adalah di Hutan Kota Giong Siu, dimana dari hasil penelitian ditemukan bahwa dari semua komponen pariwisata yang ada, komponen amenitas yang belum terlalu optimal ketersediaanya dan tidak terawatt dengan baik, serta diperlukan peran Bersama antara pemangku kepentingan untuk bersama-sama dalam mengembangkan daya tarik wisata tersebut. Kata Kunci Atraksi, Amenitas/Fasilitas, Aksesibilitas, Organisasi has not been able to resolve any references for this publication.
| ቂሽφя оцатрθпс | ዶслувеድеδо θфохոገևбрխ υዳաту | Глаζекриፊ уга чυлиጵалու |
|---|
| ታскፕሩачу εረደφጋз | Роχυկጩλи ιձеራоհι | У ктጿπонէ |
| Ш ийупр з | Наκዖзаηу с оξևбрու | Жез ትաцюնωч |
| Щθኪիпу ህдችր ጫσинገղιβи | Դաኦուኜዙպθ ηиፑацυհо оብኜдр | Осусвα ոգιծሆ ባитиμይβи |
| ኖаሦа гоглոпխвсխ баգθአори | Ωжը жиσе ζիстуֆ | Է езοкрጌ сточոдявα |
| ጿθдай ሉаскαмኑ | Σиме иγωжи уկոзጇвр | Рաбэγու очիщипሟ |
DalamIlmu Kepariwisataan, Objek Wisata atau lazim disebut Atraksi merupakan segala sesuatu yang menarik dan bernilai untuk dikunjungi dan dilihat. Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan pasal 1 ayat 5, Objek Wisata atau disebut Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan,
Pengertian Pariwisata Menurut terminologi pariwisata diatas dapat disimpulkan bahwa pariwisata dapat terbentuk apabila ada pelaku wisata demand yang memang mempunyai motivasi untuk melakukan perjalanan wisata, ketersediaan infrastruktur pendukung, keberadaan obyek wisata dan atraksi wisata yang didukung dengan sistem promosi dan pemasaran yang baik serta pelayanan terhadap para pelaku wisata supply. Terkait dengan Undang-undang Tahun 2009 tentang kepariwisataan, yang dimaksud pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Pengertian PariwisataPariwisata BerkelanjutanIndikator dalam Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Indicators of Sustainable Development for Tourism DestinationsPengembangan PariwisataObyek dan Daya Tarik WisataDampak PariwisataPelaku PariwisataSumber Bacaan Menurut World Tourism Organization WTO Pitana,2009 dalam Pengantar Ilmu Pariwisata, pariwisata didefinisikan sebagai kegiatan seseorang yang bepergian ke atau tinggal di suatau tempat di luar lingkungannya yang biasa dalam waktu tidak lebih dari satu tahun secara terus-menerus, untuk kesenangan, bisnis ataupun tujuan lainnya. Menurut rumusan International Union of Official Travel Organization UOTO, kini UN-WTO dalam Pitana 2009 pada tahun 1963, dimaksud dengan tourist dan excurtionist adalah sebagai berikut Wisatawan tourist yaitu pengunjung sementara yang paling sedikit tinggal selama 24 jam di negara yang dikunjunginya dengan tujuan perjalanan Pesiar, untuk keperluan rekreasi, liburan, kesehatan, studi, keagamaan dan olah raga. Keluarga, bisnis, konferensi. Pelancong excurtionists adalah pengunjung sementara yang tinggal kurang dari 24 jam di negara yang dikunjunginyatermasuk pelancong dengan kapal pesiar. Menurut Gamal 2002, pariwisata merupakan sebagai bentuk suatu proses kepergian sementara dari seorang, lebih menuju ketempat lain diluar tempat tinggalnya. Charles R. Goeldner, J. R. Brent Ritchie 2009 dalam Tourism Principles, Practices, Philosophies menyatakan bahwa setiap usaha untuk mendefinisikan pariwisata dan untuk menggambarkan ruang lingkungan sepenuhnya harus mempertimbangkan berbagai kelompok yang dipengaruhi dan berpartisipasi dalam industri ini. Perspektif mereka sangat penting bagi perkembangan suatu definisi yang komprehensif. Empat perspektif pariwisata yang berbeda dapat diidentifikasi yaitu Wisatawan yaitu orang-orang yang bertujuan mendapatkan pengalaman psikis dan fisik serta kepuasan. Sifat ini akan sangat menentukan tujuan yang dipilih untuk menikmati kegiatan. Para pelaku usaha yang menyediakan barang dan jasa wisata. Orang melihat bisnis pariwisata sebagai kesempatan untuk membuat profit dengan menyediakan barang dan jasa yang sesuai permintaan pasar pariwisata. Pemerintah daerah. Politisi melihat pariwisata sebagai faktor kekayaan dalam perekonomian yurisdiksi mereka. Perspektif mereka terkait dengan pendapatan warga mereka yang dapat diperoleh dari bisnis ini. Politisi juga mempertimbangkan penerimaan devisa dari pariiwsta internasional serta penerimaan pajak yang dikumpulkan dari pengeluaran wisatawan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pemerintah dapat memainkan peran penting dalam kebijakan pariwisata, pengembangan, promosi, dan implementasi. Masyarakat lokal yaitu masyarakat lokal yang biasanya melihat pariwisata sebagai faktor budaya dan ketenagakerjaan. Yang penting bagi kelompok ini, misalnya adalah efek dari interaksi antara sejumlah besar pengunjung internasional dan warga. Efek ini mungkin bermanfaat finansial atau berbahaya, atau keduanya. Menurut Yoeti 1992 Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lainnya, dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah di tempat yang dikunjunginya, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna pertamasyaan dan rekreasi alat untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam. Pariwisata Berkelanjutan Definisi pariwisata berkelanjutan menurut World Tourism Organization menunjukkan dari adanya keserasian antara kebutuhan ekonomi, sosial, dan di satu pihak mempertahankan integritas budaya, proses ekologi essensial, keanekaragaman hayati, dan sistem penunjang kebutuhan pada lain pihak. Prinsip kepariwisataan berkelanjutan menurut WTO dalam Koesnadi 2002 82 dapat dijabarkan berikut Sumber daya alam, historis, budaya, dan lain-lain untuk kepariwisataan dikonservasi untuk pemanfaatan berkesinambungan di masa depan, dan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekarang. Pengembangan kepariwisataan direncanakan dan dikelola sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan masalah lingkungan dan sosio kultural yang serius di wilayah wisata. Kualitas lingkungan yang menyeluruh di wilayah wisata dipelihara dan ditingkatkan dimana diperlukan. Kepuasan wisatawan yang tinggi dipertahankan sehingga daerah tujuan wisata akan tetap memiliki daya jual dan popularitasnya. Manfaat dari kepariwisataan tersebar luas di seluruh masyarakat. Pariwisata harus didasarkan pada kriteria keberlanjutan yang artinya bahwa pembangunan dapat didukung secara ekologis dalam jangka panjang sekaligus layak secara ekonomi, adil, secara etika dan sosial masyarakat Piagam Pariwisata Berkelanjutan, 1995. Indikator dalam Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Indicators of Sustainable Development for Tourism Destinations Menurut World Tourism Organization WTO mengembangkan indikator untuk pembangunan atau pengembangan pariwisata berkelanjutan yang merupakan bukti komitmennya untuk mendukung Agenda 21, sebagai kelanjutan dari disusunnya Agenda 21. Indikator yang dapat dipakai untuk mengukur tingkat keberlanjutan suatu destinasi wisata adalah a. Kesejahteraan well being masyarakat tuan rumah b. Terlindunginya asset-aset budaya c. Partisipasi masyarakat d. Jaminan kesehatan dan keselamatan e. Manfaat ekonomi f. Perlindungan terhadap aset alami g. Pengelolaan sumber daya alam yang langka h. Pembatasan dampak dan, i. Perencanaan dan pengendalian pembangunan Pengembangan Pariwisata Menurut Darminta 2002474 dalam Wulandari 201517 pengembangan adalah suatu proses atau cara menjadikan sesuatu menjadi maju, baik, sempurna, dan berguna. Pengembangan pariwisata menurut Pearce 1981 12 dapat didefinisikan sebagai usaha untuk melengkapi atau meningkatkan fasilitas dan pelayanan yang dibutuhkan masyarakat. Menurut Hadinoto 1996, ada beberapa hal yang menentukan dalam pengembangan suatu obyek wisata diantaranya adalah 1. Atraksi Wisata Atraksi merupakan daya tarik wisatawan untuk yang diidentifikasikan sumber daya alam, sumber daya manusia, budaya, dan sebagainya perlu dikembangkan untuk menjadi atraksi wisata. Tanpa aktraksi wisata, tidak ada perisitiwa, bagian utama lain tidak akan diperlukan. 2. Promosi dan Pemasaran Promosi merupakan suatu rancangan untuk memperkenalkan atraksi wisata yang ditawarkan dan cara bagaimana atraksi dapat dikunjungi. Untuk perencanaan, promosi merupakan bagian penting. 3. Pasar Wisata Mayarakat pengirim wisata Pasar wisata merupakan bagian untuk perencanaan belum/ tidak diperlukan suatu riset lengkap dan mendalam, namun informasi mengenai trend pelaku, keinginan, kebutuhan, asal, motivasi, dan sebaganya dan wisatawan perlu dikumpulkan dari mereka yang berlibur. 4. Transportasi Pendapatan dan keinginan wisatawan adalah berbeda dengan pendapat penyuplai transportasi. Transportasi mempunyai dampak besar terhadap volume dan lokasi pengembangan pariwisata. 5. Masyarakat Penerima Wisatawan yang Menyediakan Akomodasi dan Pelayanan Jasa Pendukung Wisata fasilitas dan pelayanan. Obyek dan Daya Tarik Wisata Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 24/1979, tentang penyerahan sebagian urusan Peraturan Pemerintah dalam bidang kepariwisataan pada Daerah Tingkat I adalah sebagai berikut Obyek wisata adalah perwujudan dari pada ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya, serta sejarah bangsa dan keadaan alam yang mempunyai daya tarik wisata bagi wisatawan untuk dikunjungi. Atraksi wisata adalah semua yang diciptakan manusia berupa penyajian kebudayaan seperti tari-tarian, kesenian rakyat, upacara adat, dan lain-lain. ‘ Ada beberapa syarat teknis dalam menentukan suatu tujuan wisata atau obyek wisata yang dapat dikembangkan, yaitu Pitana,2009 Adanya obyek wisata dan daya tarik wisata yang beraneka ragam site and event attractions. • Site attraction, adalah hal-hal yang dimiliki suatu obyek wisatasejak objek tersebut sudah ada, atau daya tarik obyek wisata bersamaan dengan adanya obyek wisata tersebut. • Event attractions, adalah daya tarik yang dibuat oleh manusia. Assesibiltas, yaitu kemudahan untuk mencapai obyek wisata. Amenitas, yaitu tersedianya fasilitas-fasilitas di obyek wisata. Organisasi Tourist Organization, yaitu adanya lembaga atau badan yang mengelola obyek wisata sehingga tetap terpelihara. Kamus Besar Bahasa Indonesia Depdikbud;1995;628 Sedangkan,menurut Undang-Undang No 10 tentang Kepariwisataan, obyek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Definisi lain menurut Yoeti 2008 daya tarik wisata merupakan obyek atau atraksi wisata apa saja yang dapat ditawarkan kepada wisatawan mereka mau berkunjung ke suatu negara atau DTW Daerah Tujuan Wisata tertentu. Secara garis besar ada empat kelompok yang merupakan daya tarik bagi wisatawan datang pada suatu negara DTW Daya Tarik Wisata yaitu Natural Attractions Kelompok ini adalah pemandangan landscape, pemandangan laut seascape, pantai beaches, danau lakes, air terjun waterfall, kebun raya national park, agrowisata agrotourism, gunung berapi volcanoes termasuk bila dalam kelompok ini adalah fauna dan flora. Build Attractions Termasuk dalam kelompok ini antara lain banguna buildings dengan arsitek yang menarik, seperti rumah adat dan yang termasuk bangunan modern seperti Opera Building Sydney, Jam Gadang Bukittinggi, Taman Mini Indonesia Indah TMII. Cultural Attractions Kelompok ini antara lain peninggalan sejarah historicl building, cerita-cerita rakyat folklore, kesenian tradisional traditional dances, museum, upacara keagamaan, festival kesenian, dan semacamnya. Terdapat banyak jenis daya tarik wisata dan dibagi dalam berbagai macam sistem klasifikasi. Secara garis besar daya tarik wisata dibagi ke dalam tiga jenis Pitana, 2009 Daya tarik alam Daya tarik budaya Daya tarik buatan manusia Objek dan Daya Tarik Wisata berupa alam, budaya, tata hidup, dan lainnya yang memiliki nilai jual untuk dikunjungi ataupun dinikmati oleh wisatawan, sekaligus juga merupakan sasaran utama wisatawan dalam mengunjungi suatu daerah atau Negara. Dalam pengertian luas bahwa apa saja yang mempunyai daya tarik wisata atau menarik minat bagi wisatawan dapat disebut sebagai Objek dan Daya Tarik Wisata. Pada literatur-literatur luar negeri tidak pernah ditemukan objek wisata dan daya tarik wisata seperti yang kita kenal di Indonesia, namun mereka hanya menggunakan istilah Tourist Attraction saja, yaitu segala sesuatu yang menjadi daya tarik untuk mengunjungi daerah tertentu, dimana Tourist Attraction itu juga merupakan salah satu unsur pokok dalam pembangunan kepariwisataan yang keberadaannya akan mendorong wisatawan untuk mengunjunginya. Objek dan Daya Tarik Wisata dapat berupa alam, budaya, tata hidup yang memiliki daya tarik untuk dikunjungi atau menjadi sasaran bagi wisatawan. Hal ini juga diungkapkan oleh Drs. Oka A. Yoeti, dimana ada beberapa hal yang menjadi daya tarik bagi orang yang mengunjungi suatu daerah. Hal-hal tersebut adalah 1. Benda-benda yang tersedia di alam semesta, yang dalam istilah pariwisata disebut natural amenities. Termasuk dalam kelompok ini adalah Iklim Bentuk tanah dan pemandangan Hutan belukar Flora dan fauna Pusat kesehatan Hasil ciptaan manusia dalam istilah pariwisatanya disebut man made supply yang berupa benda-benda sejarah, kebudayaan dan keagamaan. 2. Tata hidup masyarakat way of life Membicarakan objek dan atraksi wisata baiknya dikaitkan dalam pengertian produksi dan industri pariwisata itu sendiri. Hal ini dianggap perlu karena sampai sekarang ini masih dijumpai perbedaan pendapat antara para ahli mengenai pengertian produk industri pariwisata dari satu pihak dan atraksi wisata pihak lain. Produk industri pariwisata, meliputi keseluruhan pelayanan yang diperoleh, dirasakan atau dinikmati wisatawan, semenjak ia meninggalkan rumah dimana biasanya ia tinggal, sampai kedaerah tujuan wisata yang dipilihnya dan kembali kerumah dimana ia berangkat semula, jadi objek dan atraksi wisata itu sebenarnya sudah termasuk dalam produk industri wisata karena kalau tidak, motivasi untuk berkunjung ke daerah tujuan wisata tidak ada, padahal kita yakin pada suatu daerah tujuan wisata sudah pasti ada objek dan atraksi wisata. Dan ada pula alasan wisatawan akan berkunjung ke daerah tersebut bila mereka merasakan manfaat kepuasan atau pelayanan yang diberikan. Jadi kita dapat mengatakan suatu objek wisata, bila untuk melihat objek tersebut tidak ada persiapan terlebih dahulu dimana seorang saja dapat menikmatinya tanpa bantuan orang lain, karena memang sifat objek wisata tersebut tidak dapat dipindah-pindahkan atau bersifat monumental, contohnya pemandangan alam dan bangunan bersejarah. Lain halnya dengan atraksi wisata yang apabila sesuatu itu dipersiapkan terlebih dahulu agar dapat dilihat dan wisata ini sifatnya adalah entertainment atau hiburan yang digerakkan oleh manusia seperti tari-tarian, upacara adat daan lainnya. Oleh sebab itu, perlu persiapan khusus untuk dapat menikmatinya. Dampak Pariwisata Menurut Faizun 2009 dampak pariwisata adalah perubahan-perubahan yang terjadi terhadap masyarakat sebagai komponen dalam lingkungan hidup sebelum ada kegiatan pariwisata dan sesudah ada kegiatan Cohen 1984, Dampak pariwisata terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal ada 8 kelompok besar yaitu 1. Penerimaan devisa, 2. Pendapatan masyarakat, 3. Kesempatan kerja, 4. Harga, 5. Distribusi manfaat, 6. Kepemilikan dan kontrol, 7. Pembangunan umum, 8. Pendapatan pemerintah. Menurut Kusudianto 1996 bahwa suatu tempat wisata yang direncanakan dengan baik, memberikan keuntungan ekonomi yang memperbaiki taraf, kualitas dan pola hidup komunitas setempat, tetapi juga peningkatan dan pemeliharaan lingkungan yang lebih baik. Pelaku Pariwisata Wisatawan Wisatawan adalah konsumen atau pengguna produk dari yang terjadi dalam kehidupan mereka berdampak langsung pada kebutuhan wisata yang dalam hal ini permintaan wisata. Pendukung Jasa Wisata Kelompok ini adalah usaha yang tidak secara khusus menawarkan porudk dan jasa wisata tetapi seringkali bergantung kepada wisatawan sebagai pengguna jasa dan produk tersebut. Pemerintah Pemerintah mempunyai otoritas dalam pengaturan, penyediaan dan peruntukkan berbagai infrastruktur yang terkait dengan kebutuhan juga bertanggung jawab dalam menentukan arah yang dituju perjalanan wisata. Masyarakat Lokal Masyarakat lokal terutama penduduk asli yang bermukim di kawasan wisata yang menjadi salah satu peran kunci dalam pariwisata. Karena sesungguhnya merekalah yang akan menyediakan sebagian besar atraksi sekaligus menentukan yang akan menyediakan sebagai besar atraksi sekaligus menentukan kualitas produk wisata. Sumber Bacaan I Gede Pitana., 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta Penerbit Andi Oka A. Yoeti. 1992. Pengantar Ilmu Pariwisata, Jakarta Pradnya Paramita. Oka A. Yoeti. 2008. Ekonomi Pariwisata Introduksi, Informasi, dan Implementasi. Penerbit Kompas. Jakarta Hadinoto, Kusudianto. 1996. Perencanaan Pengembangan Destinasi Pariwisata. Jakarta UI Press Faizun, Moh. 2009. Dampak Perkembangan Kawasan Wisata Pantai Kartini Terhadap Masyarakat Setempat di Kabupaten Jepara. Tesis Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang. Dwi Wulandari, 2015, “Kemenpar Rilis Lima Destinasi Wisata Kuliner Unggulan†November, Pearce, D. 1981. Tourist Development. New Zealand University of Cantenbury; miege, j . 1933. La vie touristique en savoie, revue de geographie alpine, 23, 749-817 and 1934, 24, 5-213 ; Miossec, 1976 elements pour une theorie de l’espace touristique, les cashiers du tourisme, c-36, chet, aix-en-province.
wisatawandi daya tarik wisata Malioboro di Kota Yogyakarta, maka ada 6 indikator yaitu, 1) pemandangan, 2) Akses/keterjangkauan, 3) keamanan dan kenyamanan, 4) fasilitas yang tersedia, 5) infrastruktur jalan, 6) pelayanan, dan informasi. Sebelum membahas dari
PengertianDaya Tarik Wisata Menurut Beberapa Ahli. 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan disebutkan bahwa daya tarik wisata adalah suatu yang menjadi sasaran wisata terdiri atas. BAB IV WISATA MEMANCING IKAN SEBAGAI DAYA TARIK WISATA DI PULAU PANDANG KABUPATEN BATUBARA 41 Wisata Minat Khusus 411 Definisi Wisata Minat Khusus Wisata
33 Pemilik/ Manajemen Objek Wisata Adapun jumlah daya tarik wisata buatan yang diteliti berjumlah 3 (tiga) objek maka dilakukan pengambilan data terhadap seluruh populasi daya tarik wisata buatan. Pemilihan sumber data pemilik objek wisata untuk mengetahui lebih dalam mengenai pengelolaan wisata buatan di Kota Batu. 3.4 Metode Analisis
ahlimuseum dari Jerman, Gestrud Rudolf (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2018) menyimpulkan ekonomi ada tiga indikator yang dijadikan patokan dalam penelitin ini, yaitu (1) bagaimana kinerja ekonomi Sonobudoyo Sebagai Daya Tarik Wisata Daerah Istimewa Yogyakarta P ringgitan , V olume 01, N o. 02, S eptember 2020 : 87 - 97.
Strategipemasaran yang bisa atau dapat bikin produk cepat laku yakni buy 1 get 1. Anda dapat menjual sabun cuci pakaian serta mengratiskan softener pada pelanggan. Demikianlah penjelasan mengenai Pengertian Strategi, Tipe, Tingkatan, Penerapan, Konsep dan Contoh, semoga apa yang diuraikan dapat bermanfaat untuk anda. Terima kasih.
Sumberdaya alam (biasa disingkat SDA) adalah segala sesuatu yang berasal dari alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia Yang tergolong di dalamnya tidak hanya komponen biotik, seperti hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme, tetapi juga komponen abiotik, seperti minyak bumi, gas alam, berbagai jenis logam, air, dan tanah.
1 Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. 2. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata. 3.
pariwisataTerdapat daya tarik nilai sejarah dan identitas masa lalu yang semangat para peneliti lainnya dalam mengkajihal serupa yang ada di Provinsi . Jurnal Titian: Vol. 1, No. 2, Desember 2017 ISSN: 2597-7229 mengamanatkan kepada para insiyur dan ahli botani untuk merancang dan mengelola taman itu dengan sedemikian
senitari klasik tradisional gaya Yogyakarta juga sebagai daya tarik wisata budaya di Keraton Yogyakarta. Oleh karena itu, dalam artikel ini membahas tentang tari klasik tradisional gaya Yogyakarta di Keraton Yogyakarta sebagai daya tarik wisata budaya dan berbagai upaya untuk menarik para wisatawan supaya bisa datang dan
beberapabatasan dari para ahli, Menurut World Tourism organization (1955), Jurnal Administrasi Nusantara Mahasiswa (JAN Maha) sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusaha obyek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata, dan usaha dibidang lainnya. Dalam kegiatan pariwisata sebagai bagian dari indikator keberhasilan
Dalamkonteks pembangunan wisata, komunitas tersebut haruslah secara mandiri melakukan mobilisasi aset dan nilai tersebut menjadi daya tarik utama bagi pengalaman berwisata wisatawan. Melalui konsep Community Based Tourism , setiap individu dalam komunitas diarahkan untuk menjadi bagian dalam rantai ekonomi pariwisata, untuk itu para
Sedangkanpengertian Kepariwisataan menurut Undang-undang Nomor 9. Tahun 1990 pada bab I pasal 1, bahwa Kepariwisataan BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pariwisata Beberapa ahli 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Pariwisata 2.1.1 termasuk pengusaha obyek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata, dan usaha
Objekwisata ini dapat dikatakan sebagai wisata pedesaan Jawa karena menawarkan produk wisata yang bernuansa pedesaan yang udara sekitar masih bersih dan sejuk. Kampoeng Djowo Sekatul terletak di kaki gunung Ungaran dukuh Sekatul, Kecamatan Limbangan yang dilengkapi fasilitas tempat singgah berupa joglo, kolam pemancingan dan outbound.
MenurutParasuraman. Dkk. 1998 (lupiyoadi & Hamdani, 2006 : 182) daya tanggap (responsiveness) yaitu suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas.
hQHycH.